Pages

Saturday, September 8

Obrolan intim dengan Munir. (Nurul=Dwie?)

Namanya Rahmat Munir. Seorang perantau yang sedang menaruh harapan besar pada hiruk pikuknya ibu kota. Ia adalah teman yang bisa dibilang sangat dekat denganku. Saat di Nganjuk dulu, sering kami berbicara panjang lebar. Ya, meskipun yang kami bicarakan hanyalah omong kosong. Dan tadi malam omong kosong itu pun hadir kembali.

Berawal dari niat untuk berburu perempuan abg di sekitaran kos. Kami yang masih lajang-lajang dan mempunyai bibir sensual ini, harus ikhlas menerima kenyataan bahwa; bibir sensual saja ternyata tak cukup untuk meluluhlantahkan hati perempuan abg jaman sekarang. Apalagi dengan keadaan kolor belum diganti! Tentu semakin mustahil merealisasikan tujuan mulia kami tersebut.

Akhirnya aku dan Munir duduk di pertigaan belakang sebuah SMA Negeri.

"Nir, beli rokok bege. Kaya orang ilang lu nongkrong gak ngerokok."

"Asu. Ra nduwe duit aku cok."

"Ah fak banget."

Akhirnya kami patungan. Dan sebungkus promild jadi saksi ke-omong kosangan kami.

"Nurul piye, Nir?"

"Wes putus aku!"

"Lah? Mang ngapa lu? Cerita donk."

Munir pun bercerita tentang mantannya yang memiliki rambut panjang nan hitam. Mengenai jalan terjal yang mereka taklukkan. Juga tentang hubungan yang dijalin dengan penuh cinta dan kasih. Cinta yang meremas-remas hati Rahmat Munir. Dalam kasus ini, Munirlah yang menjadi korban.

"Bar tak terne rebonding kae lho, cah e maleh koyo gasut."

"Oh. Lu masih cinta ma dia, Nir?"

Munir tak menjawab. Ia seperti berfikir. Dalam sorotan lampu kendaraan yang melintas di depan kami, terlihat mata Munir berkaca-kaca.

"Beh, ngenes aku saiki. Koyo kowe karo Dwie ae malehan."

"Haha, tai lu. Telpon Nurul aja Nir."

"Kowe tapi sing ngomong yo?"

Munir menelpon Nurul. Dan aku yang bicara. Nurul berlogat Surabaya. Sementara aku meyesuaikan. Setelah setengah jam berbincang(Munir hanya mendengarkan) akhirnya dapatlah dipastikan bahwa Nurul sudah tak cinta lagi. Diperkuat dengan pengakuan Nurul yang telah bertunangan dengan lelaki lain. Bumi gonjang ganjing. Langit kelap kelip. Semoga Munir tak bunuh diri. :D

Tuesday, August 7

Untuk seorang wanita lesbi.


..wanita merah di bawah gerimis


Lampu jalan itu masih terlihat hidup meski hanya setengah. Aspal-aspal hitam kian bolong di gerus waktu, menuaikan keresahan di gerimis malam kali ini. Kabut-kabut putih tak tahu dari mana datangnya, seperti hantu dalam film-film kolosal. Di bawah lampu itu, masih menunggu kekasihku, Lasmini. Wajahnya menunduk mendalami titik gerimis yang jatuh. Rambutnya basah dan wajahnya terlihat gelisah. "Ini sudah kelima kali! Cukup. Aku berhenti!" katanya 7 jam yang lalu. Lasmini memang keras kepala, adatnya seperti Pak Silitonga tetangga ku, tegas namun suka menangis. Lasmini adalah kekasihku yang ke delapan setelah Uci, Friska, Eva, Hilda, Yulie, Rere, Imas dan Alvie. Lasmini merupakan gadis yang selalu menyukai seks. Imajinasinya sungguh liar, dan benar-benar terobsesi pada apapun yang berbau seks. Sampai-sampai pernah ia bercinta dengan tiga orang sekaligus hanya untuk memperkaya wawasan soal seks. Malah pernah juga ia bercinta dengan anjing pak silitonga. Katanya sich khilaf, sebab ia benar-benar ingin bercinta saat itu; dengan anjing? Edan! Tapi walaupun begitu aku sangat sayang padanya.

Di bawah lampu itu Lasmini menanti sebuah bus yang akan membawa semua kebrengsekan hidupnya ke pulau naskun, tempat tinggal orang tuanya yang pernah mencalonkan menjadi lurah namun gagal. "Bah! Sudah ku bilang Rachell itu hanya pelacur! Jangan percaya pada mulutnya. Aku tetap mencintaimu, Lasmini. Sampai mati pun aku akan mencintaimu!" kataku juga 7 jam yang lalu sebelum ia berada di bawah lampu itu. Lasmini mengenakan gaun merah setumit lengkap dengan aksesoris. Lipstiknya merah, BHnya merah, gstringnya merah, wajahnya merah, semuanya merah kecuali payung yang dipegangnya. Hitam.




















Tangerang,
Untuk seorang wanita lesbi.

Monday, June 11

3 hal

Sebenarnya tulisan ini sudah teredap sangat lama di document pribadi ku. Dan tadinya aku tak ingin mempublish dan membagikannya ke beberapa orang.
Tapi....
Ah entahlah. Seperti ada sesuatu yang terus mendorongku untuk mempublish tulisan ini. Entah karena apa.
Yang jelas, tulisan ini memang untuk dirimu.



***


"Tak pernah ada sesuatu yang bisa menghentikan reaksi ku terhadap perjalananmu..."


Kau mawar. :)

Kita pernah menikmati serbuan tangkai mawar yang jatuh tepat di kepala kita.
Menikmati keindahannya melalui sejuk udara yang masuk ke paru-paru. Kau dengan aku.
Bahkan saat kita pertama pergi mengulur waktu, aku memberikan seikat mawar untuk mu.
Mawar. Tentu saja mawar merah. :)
Aku mengumpulkan mawar di sepanjang perjalanan kita menuju tempat di ujung kota kita. Kemudian aku memegang tangan mu. Menghentikan langkah mu. Aku bilang..
"Maukah kau menjadi istri ku?"
Kau memukul kepala ku.
Aku mencium mu.:)


Kau hujan. :)

Memahami hujan yang entah dihari keberapa turun menjamu langkah kecil kita. Aku tertawa, kau tersenyum.
Saat itu umur kita masih belasan. Polos dan tak tahu kenapa kita dipertemukan. Kau pernah menyebutnya sebagai takdir, tapi aku menyangkalnya. Aku lebih percaya kita bertemu karena Tuhan punya maksud tertentu. Aku ada karena kau ada.
Hujan..
Pernah membuat ku merasa kisah kita seperti roman picisan di televisi.
Ketika itu kau marah karena aku ketahuan bermesraan dengan wanita lain lewat sms, kau berlari meninggalkan ku, aku mengejar mu. Sebelum sempat aku menangkap mu, hujan turun perlahan. Akhirnya aku memegang bahu mu, membalikan tubuh mu. Kau menangis!
Aku berkata..
"Maafin aku, dia itu temen baik ku."
Kau membalas dengan parau suara mu..
"Lepasin! Aku udah gak percaya lagi sama kamu!"
Aku mencoba memeluk mu. Tapi kau menghindar dan hilang bersama kabut hujan siang itu.
Hujan, menyimpan raut mu, lalu membentuk siluet. :)


Kau puisi. :)

Kau memang puisi. Puisi bagi hidup ku, puisi bagi semua yang ada padaku.
Aku jadi mencintai puisi karena kau. Kau membuatku lebih sering menghabiskan waktu hanya untuk menulis. Tentu saja menulis tentang dirimu.
Dulu aku lebih suka menghabiskankan waktu ku untuk berlari mengejar bola di lapangan.
Karena jujur, dahulu cita-cita ku adalah menjadi seorang pemain sepak bola internasional. Tapi karena kau, aku jadi lebih sedikit meninggalkan dunia itu. Dan beralih menyukai dunia kepenulisan.
Iya, aku jadi suka menulis setelah kita berjauh-jauhan. :) dan ku anggap ini sebuah berkah yang tak bisa ku sangkal.


Kau segalanya. :)

................. (?)















Jogja,
N B :
Aku jadi lebih sering mengamati foto profil mu. Dan itu sangat memuaskan ku. :D
Bibir mu, ah... boleh ku iris?

Bila keadaanya tak seperti ini, aku pasti sudah mencintaimu melebihi aku mencintai puisi. :D

Ia datang dengan beberapa butir kasih yang tak sempat diuraikan.
Dengan senyum 5 jari yang mematahkan rasa kantuk ku.
Aku sempat kaget, tapi rasa kaget ku tak sehebat rasa bahagia ku karena ia benar-benar menepati janji untuk datang ke tempat menyeramkan ini.
Meski aku dibuatnya lemas dengan serbuan perhatian yang luar biasa. :D

Sungguh, ia benar-benar baik.
Kelewatan baik malah. Aku berharap kebaikannya itu bisa menular padaku.
Dan sepertinya ia sosok yang mampu mengikat kenakalan ku. Kenakalan ku dalam hal apapun.
Sebab, kata ibu dan ayah ku, aku adalah manusia paling nakal di bumi ini. Jadi ku harap ia benar-benar bisa mengikat kenakalan ku yang tak wajar ini. :)

Sekarang ia sudah pulang.
Tentu saja pulang kerumahnya. Tadi aku sempat mengancamnya, bila ia tak langsung pulang kerumah, ia akan kutusuk dengan peniti. Sebab aku tidak begitu suka dengan wanita yang doyan keluyuran tanpa mengenal batas. Dan ia memahami ku.
Ia berkata demikian :

"Iya deh aku janji, aku bakalan langsung pulang. Gak maen-maen lagi. Janji."

Dan sekali lagi ini yang membuat ku semakin menaruh harapan besar padanya. Ia mendengarkan ku, mematuhi ku, menghargai kemauan ku.
Ah, wanita ini benar-benar calon istri yang baik bagi suami yang buruk. :D

Ia sempat jatuh terluka, menangis, meratap(meski tak ia tunjukan)
Tapi kemudian ia bangkit. Bangkit seolah-olah hanya mengalami kegagalan yang sepele.
Itu terbukti dengan aku yang bisa melihatnya tersenyum sepanjang tadi. Terkadang ia tertawa kecil, dilanjutkan dengan batuk buatan untuk menyadarkan ku bahwa ia sedang tercueki. :D
Aku pun ikut tertawa dibuatnya.

Hey, kau lucu!
Bila keadaanya tak seperti ini, aku pasti sudah mencintaimu melebihi aku mencintai puisi. :D


Dan sekarang semuanya kembali sepi.
Iya, ini benar-benar sepi!
Hanya aku yang merasa lelah bukan kepalang. Ngantuk, lapar. Untung saja tadi ia meninggalkan ku dengan sekantog kripik singkong dan (aku tak tau namaya makanan itu).
Jadi aku bisa sedikit meredamkan rasa yang sangat menyiksa ini.





















Jogja,

Wanita itu menangis.

Wanita itu sedang duduk meringkuk. Melamun. Di deretan pertama anak tangga beton yang menghubungkan sebuah gang sempit. Entah ia melamunkan soal apa dan tentang siapa. Mungkin pacarnya yang sedang marah, atau mantannya yang tak juga kembali, atau tentang keluarga yang ditinggalkan demi memenuhi tunjangan finansialnya, atau bahkan tentang masalah politik di negeri ini?
Yang jelas wanita itu selalu duduk meringkuk di jam segini. Dengan muka bersedih.

Terkadang, saya ingin sekali menyapanya. Ya hanya sebatas menyapa saja, tak lebih.
"Hai mbak," "Ngalamun aja," "Lagi ngapain mbak?" atau "boleh saya duduk disebelah embak?"
Tapi saya rasa pertanyaan itu terlalu konyol untuk diri saya sendiri(bahkan untuk wanita itu)
Jadi, ketika saya lewat di depannya, saya hanya diam. Walau saya tau, ia melirik ke arah saya. Wanita itu benar-benar berparas polos. Baik, pun ramah(meski terlihat seperti anak ABG)
Ah iya, apa mungkin ia memang anak baru gede? Jadi gelagatnya labil seperti itu? Tapi dari solekannya ia tak mengindikasikan bahwa ia ABG. Apa jangan-jangan saya yang terkecoh oleh penampilannya? Sebab saya Gampang sekali terkecoh oleh wanita di sekeliling saya, dan gilanya, saya tak pernah merasa bahwa saya terkecoh.(ah fak!)

Baiklah. Kita kembali pada wanita itu.
Sekarang ia sedang memegang sebuah handphone klasik. Mungkin ia jenuh, jenuh dengan hidup ini, jenuh menunggu sesuatu yang tak pantas untuk ditunggu. Jadi ia iseng meyetel lagu-lagu. Kemudian saya medengarkan dengan mendalam. Ternyata yang ia putar adalah lagu-lagu kesedihan, lagu tentang kenangan, kenangan yang membangkitkan sesuatu dalam hati wanita itu.
Dan tak lama kemudian, ia pun menangis. Air matanya menitik. Jatuh.
Hujan pun turun..


















Jogja,

Percayalah kekasihku.

"Selamat saling menunggu kebahagian. Kekasih ku."





Ada pantai. Ada angin. Ada ombak. Ada bulan lengkap dengan bintangnya. Ada pasir hitam yang sebenarnya berwarna putih. Ada orang bermain dengan waktu. Ada derap langkah yang diciptakan oleh kelembutan. Ada warna(tentu saja abu-abu). Ada permen. Ada air mineral. Ada rayuan. Ada sesuatu...
Ada tawa kecil memecah langit purnama. Ada diam...
Ada kau dan aku. Dan tentu saja, ada sejuta mimpi yang siap di lebur jadi satu. :)


"Apakah kita bisa berjalan selamanya? Sedangkan keadaan sangat tak memungkinkan untuk sekedar berpegangan tangan."

"Entahlah, ini cuma masalah waktu kekasih ku. Kita tunggu saja. Semoga waktu mau berbaik hati pada kita."

"Terkadang waktu itu jahat."

"Tapi aku mencintai mu."

"Aku pun begitu. Apa yang akan kau lakukan sekarang?"

"Mencium mu."

"Cepat lakukan !"



Dear:
Seseorang yang terus akan selalu ku sayang.
Semoga ini tak berjalan sementara, seperti liar mu yang selalu sementara.
Mungkin ini akan terasa berat untuk mu(juga bagiku)
Tapi aku percaya, bahwa keteguhan hati, sangat menjanjikan kebahagian.
Kita harus kuat, berpasrah pada waktu. Kita akan bahagia kekasih ku. Dan bersabarlah, karena tak selamanya badai itu terus menghantam kita.
Sesegera mungkin kita pasti bebas. Kita akan mengukir sejarah lewat waktu yang angkuh itu. Kita akan merajut kain untuk anak-anak yang terlahir dari buah cinta kita. Kita akan tertawakan dunia. Kita akan melukis senja pada dahan pohon tua didepan rumah kita. Kita akan menamai segala macam yang ada dikamar kita kelak. Kita akan menulis buku bersama, hanya kau dan aku(ditemani tangisan kecil anak-anak kita)
Kita sombongkan keromansaan kita pada hujan, pada langit, pada pelangi, pada gerimis di malam yang ritmis, juga pada mereka yang tak mau mengerti kita.
Iya kekasih ku, pada akhirnya kita yang akan menang.


Percayalah...
Kekasih ku.














Jogja,

Friday, May 11

Untuk Sepatu Yang Entah Ada Dimana.

Hari itu hari senin, tanggal 16, bulan 07, tahun 2002. Tepat sehari sebelum hari kemerdekaan Republik Indonesia dirayakan dengan banyak pesta rakyat.
Aku sedikit lupa saat itu sedang terjadi pergolakan politik seperti apa. Tapi yang jelas, pada tahun itu banyak bendera warna-warni dengan berbagai macam simbol menghiasi televisi dan gang-gang sempit di daerah tempat ku tinggal.
Nama ku Resi Imam Bargowo. Anak ke dua dari tiga bersaudara. Aku dan keluarga ku meniti kehidupan di sebuah perumahan sederhana di daerah perbatasan antara Kab Serang dan Kab Tangerang. Umur ku menunjukan angka 12 pada tahun itu. Umur yang sungguh sangat menyiksa, sebab aku sering sekali dipukul ayah bila tak mau menunaikan shalat lima waktu.

Di hari tanggal dan tahun itu, juga ada sebuah kejadian yang taakan ku lupakan sampai dunia ini kiamat. Kejadian yang sungguh penuh keharuan sekaligus penuh dengan kekonyolan yang tak terbantah. Begini kejadiannya.
Saat itu jam 11 siang. Aku yang masih mengenyam pendidikan kelas 2 SMP, sedang duduk di halaman depan rumah, menantikan uang jajan yang akan diberikan ibu untuk ku.
Biasanya aku diberi uang jajan 5000 perak, tapi saat itu ibu hanya memeberi ku 3000 perak, karena kata ibu, ibu sedang tidak punya uang, jadi aku harus mengerti. Namun aku tak bisa menerima alasan yang jelas-jelas tak masuk akal itu. Mana mungkin ibu tak punya uang 2000 perak lagi untuk menambahi uang jajan ku, sedangkan aku tahu di dompet ibu banyak sekali uang yang beraneka warna.
Aku sedikit kecewa saat itu, dan meminta pada ibu untuk menambahi uang jajan ku yang sangat mengerikan itu.
Namun ibu tetap teguh, ibu tetap tak mau menambahkan uang jajan ku. Sampai aku merengek-rengek bercucuran air mata pun, ibu tak bergeming. Ritual rengek-merengek itu pun akhirnya berujung pada titik emosi yang tak terkontrol. Aku marah pada ibu, aku mengamuk sambil menedang-nendang pagar depan rumah. Banyak tetangga yang melihat tingkah polah ku, tapi setelah itu mereka berlalu.
"Oh, ada anak kecil kelebihan obat cacing.”
Mungkin begitu kata mereka dalam hati.

Kemudian, dengan gerakan refleks aku melepaskan sepatu ku, lalu ku lemparkan sepatu yang dibelikan om Alie sebagai sogokan untuk mendapatkan kakak perempuan ku itu ke arah pintu rumah. Sontak kelakuan barbar itu mengundang kemurkaan yang meledak-ledak dari ibu ku. Ibu ku dengan gesit mengambil sepatu ku, dilemparkannyalah sepatu tak berdosa itu ke arah ku. Tapi aku bisa menghindar, dan sepatu itu berakhir mengenaskan di selokan yang biasa di obok-obok anak SD untuk mencari sebutir kelereng atau ikan cere.
Tak selesai sampai disitu, aku mengambil sepatu yang menggelepar bercampur kotoran lumpur berwarna hitam dari selokan dengan penuh keyakinan.
Ku melemparkannya lagi ke arah ibu, dan ternyata(selain pandai membuat kentang balado)ibu juga pandai untuk menangkis serangan dari ku. Sepatu itu tepat jatuh di balakang kaki gemulai ibu, sebelum akhirnya ibu mengelak ke kanan. Ibu tak kalah bersemangatnya, ia mengambil sepatu itu dengan penuh kemenangan.
Sebelum ibu ingin melemparkannya, terlihat jelas mulut ibu komat kamit. Entah apa yang ia ucapkan, mungkin semacam mantra, atau resep rahasia kentang balado yang akan diwariskan pada adik ku karena aku berkelakuan kurang baik, aku benar-benar tak mengerti.
8 detik ibu melakukan ritual itu, ia melemparkan lagi sepatu itu tepat ke arah wajah bodoh ku. Namun, mungkin karena ibu salah mengucapkan mantra, sepatu itu mendarat dengan sukses di kepala pak Yono, ketua RT di lingkungan ku yang akan menagih uang sampah. Pak Yono kaget bukan main-main, ia ingin marah tapi berat hatinya. Kepala pak Yono benar-benar terlihat lucu dengan kotoran dari selokan yang bertengger di kepalanya. Saat itu aku benar-benar tertawa dengan kencang, dan aku merasa bahagia luar biasa(ah, kurang ajar sekali diriku ini)
Kemudian ibu menghampiri pak Yono dan membrondonginya dengan kata maaf. Pak Yono hanya tersenyum terpaksa pada ibu, tapi isyarat penuh dendam tampak di mata pak Yono saat ia melihat ku. Aku diam seribu bahasa, ibu bingung harus berbuat apa. Dan pak Yono pergi meninggalkan kami dengan dalil ingin mencuci rambut dirumah.

Dan sepatu ku itu, entah dimana keberadannya sekarang. Aku pernah bertanya pada ibu mengenai sepatu itu,
“Ibu, dimanakah gerangan sepatu yang pernah menodai kesucian Pak Yono dulu?”
Lalu ibu menjawab sambil mengiris kentang berbentuk dadu(menurut ku lebih mirip bentuk dadu yang terselamatkan dari tembakan jarak dekat).
“Sepatu biadab mu itu, sudah ibu tukar dengan bawang merah di tukang loak!”
"Oh my God!"
Muka ku seketika lusuh tak menentu.

Untuk sepatu ku yang sedang berdiam diri di sebuah tempat. Ketahuilah, aku sangat merindukan mu. :(

Tuesday, May 8

Akh Anjing !

Sepanjang saya berjalan, saya tidak pernah menemukan orang yang benar-benar saya harapkan untuk memecah kebuntuan saya terhadap hidup yang sangat menjemukan ini. Kebingungan terhadap persoalan yang sangat melilit, membuat saya sulit untuk beraklerasi dengan sekitar.
Teman-teman saya, hanya bisa mengatakan
"Aku dibelakang mu." atau "Kau masih punya Tuhan."
Sedangkan guru, orang tua, pak jongos, tukang becak, sesepuh, bahkan anak jalanan yang biasa mengemis di sekolah saya, hanya bisa mengucapkan
"Apalah adanya awak ini, hidup awak saja belum benar, segala kau tanya soal ke awak. Tai kucing kau!"
Akh, anjing !

Saya muak dengan keadaan ini. Saya dikelilingi orang-orang yang selalu memakai topeng dalam kesehariannya. Kepalsuan dan kebohongan mereka membuat mereka semakin terlihat bodoh dan konyol.
Akh, anjing !

Kemudian, waktu berganti waktu, masih sama, seperti yang lalu-lalu, saya masih berteduh di langit yang sama, masih menginjak di planet yang sama (biru, meski sudah tak lagi biru). Saya mulai berfikir sejajar, mengesampingkan idealisme, akhirmya saya pun mencoba memunafikan diri saya sendiri. Mencoba masuk ke dalam kepalusan yang di ciptakan dan mereka lestarikan sendiri. Mencoba berbaur agar terlihat seperti manusia normal pada umumnya. Karna saya pikir, benar pula apa yang dikatakan Heraclitus, bahwasanya segala sesuatu terus mengalir. Dan saya harus ikut mengalir. Seperti minuman yang di teguk menjamahi tenggorokan dalam Perjamuan Terakhir. Mengalir, meski berakhir tragis.
Saya mengalir! Meski tersembunyi mual dan puyeng yang luar biasa dalam perut saya. Saya akan tahan. Ya, saya kuat!
Meski saya merasa tubuh saya payah !
Akh anjing !


Pada ujungnya lengkap lah semuaya, Tak bisa diragukan. Ketiadaan dirinya dalam mengaluri waktu-waktu saya di sini, menimbulkan dampak yang sangat signifikan di kehidupan saya kini. Ultimatum yang ia cetuskan sore kemarin, membuat semuanya tambah berantakan. Namun saya tidak mempunyai hak untuk menuntut, bahkan melawan.
Dan Inilah yang saya sebut sebagai ;
Akh anjing !

Wednesday, May 2

3 Hipotesis spekulasi tolol ku tentang datang bulan. :D

Siang ini sepi. Tak berwarna. Tak ada sesuatu gejala yang menunjukan bahwa aku benar-benar “Hidup”. Hambar. Hanya sekat-sekat yang menghalangi  jarak pandang ku. Oh iya, aku belum mandi, tapi aku tidak bau, tapi aku juga sudah makan(tanpa melakukan ritual gosok gigi), dan aku juga sudah merokok(yang pasti dengan segenap jiwa). Semua sudah selesai, hanya tinggal satu, yaitu adalah...
 Meceburkan diriku dan tubuhku yang penuh nista ini kedalam lembah kenikmatan film-film dewasa. :D haha (Juskid)

Kembali pada siang yang sepi.
Siang ini tetap sepi, sepi, sepi dan sepi. Akh, aku benci siang yang sepi ! Sepi menguasai ku. Menampar ku. Menggilas ku. Menaruhku dalam situasi yang sulit untuk bereaksi. Sudahlah, bukankah tak selamanya sepi itu ada? Bukankah sepi itu ada dari ketiadaannya situasi yang ramai? Sudah sepatutunya aku tak menghakimi sepi.

Class room, 07.50 AM.
Kelas hari ini berjalan lumayan lancar, meski  ternodai dengan mutungnya guru ku yang merasa dibodohi oleh anak-anak didiknya. Ya, guru ku itu benar-benar tidak bijaksana. Ia secara egois meninggalkan kelas saat aku dan kelompok ku akan mempresentasikan hasil kerja makalah kami. Mutungnya guru ku itu, mungkin tak terlepas dari keterlambatan kami datang tepat waktu di kelas, tapi pertanyaan ku adalah, siapakah di jagat raya ini yang tak pernah datang terlambat? Pocong mimisan kah? Atau setan berambut kribo seperti kawan ku Galih? Kurasa tak ada satupun mahluk yang diciptakan Tuhan di bumi ini yang tak pernah datang terlambat.
Bicara soal keterlambatan, secra tiba-tiba jiwa keditektifan ku pun muncul, dengan berbekal ilmu yang telah ku pelajari dari kasus pencabulan kucing tetangga ku yang hamil secara misterius, aku jadi tergelitik untuk mencari sebab-sebab misteri hilanganya kolor bang Toyib, ah salah, maksud ku kenapa guru ku itu bisa mutung.


Begini Hipotesisi pertamaku ;
Mungkin, atau bisa ku sebut sebagai jangan-jangan, guru ku itu tadi yang berjenis kelamin perempuan, sedang kedatangan tamu yang tak di undang. Maksud ku disini bukanlah tamu yang datang dengan cara gedor-gedor pintu lalu berteriak mengacungkan crurit sambil berkata, “Mana kolor ku ?!” Melainkan maksud ku disini adalah(mungkin)guru ku itu sedang mengalami siklus perubahan fisiologis dalam tubuh nya yang terjadi oleh pengaruh hormon reproduksi nya. Dengan kata lain, guru ku ini sedang Datang bulan atau menstruasi atau terlambat bulan atau bulan terlambat atau bulan kesumat(lho?)

Hipotesis ke dua(masih tentang datang bulan) ;
Menurut Wikipedia, saat wanita sedang asik menikmati sensasi dari datang bulan, ada rasa nyeri akibat kram, bisa hanya samar-samar atau sangat nyeri. Kondisi ini memang sedikit menggangu saat menstruasi. Kondisi yang dalam istilah medisnya disebut dysmenorrhea(opo kie?)ini biasanya terjadi di perut bagian bawah. Nah, berkaca dari sumber di atas, maka sangatlah tepat bila wanita yang sedang datang bulan mencari solusi untuk mnghilangkan nyeri yang melilit perut bagian bawah nya tersebut. Akhirnya diciptakan lah sebuah produk jenius bernama Kiranti, sebagai obat penenang nyeri di perut bagian bawah wanita. :D
Kemudian dalam kasus guru ku yang tadi mutung itu, mungkin penalaran ku adalah ia kehabisan stok Kiranti di dalam kulkasnya, sehingga menyebabkan terganggunya perut bagian bawah pada guru ku itu. Hingga akhirnya berdampak tak terkontrolnya emosinya yang meletup-letup didalam kelas kami.(opo loh nyo, nyo)

Hipotessis ketiga(masih juga tentang datang bulan) ;
Kemungkinan terburuk dari hipotesis kenapa guru ku itu mutung adalah, bahwa ia pusing setengah mati mencari toko pembalut yang bermahkotakan berlian dan emas permata diatasnya. Karna menurut salah satu iklan di televisi, wanita itu harus cantik di luar juga harus cantik didalam.
Tapi sudahlah, ini hanya spekulasi ku saja. :D
















Jogja,

Ia mau mati. (part 1)


Ketika itu, ia datang. Di sebuah sore yang teduh. Di bawah senja yang terhampar daun-daun karsen. Di sebuah bangku kayu dekat taman kota. Dalam lalu-lalangnya angin yang menampar tubuh ku. Ia menghampiriku dengan air wajah yang sungguh membingungkan. Parasnya sederhana dan sangat klasik, sekilas sorot matanya menampilkan sebuah penyesalan. Penyesalan yang dalam. Penyesalan dari sesuatu yang sudah pergi. Kepergian. Kehilangan. Sakit.

Senja menggelincir. Aku tertahan untuk bicara ketika ia bersebelahan dengan ku, kemudian,
"Hendak kemanakah sebenarnya hidup ini? Sungguh aku lelah tak main-main."
berkata ia dengan tatapan kosong mengarah matahari gendut.

"Ke perahu mimpi."
jawab aku melegakan nya.

"Perahu mimpi? aih, betapa hati senang berlayar."
mulai nampak pelangi di matanya selepas tadi hujan.

"Jangan terburu-buru berlayar, perahu pun belum angkat jangkar."

"Oh iya, semoga tak ada karang nanti."

"Berharaplah, tapi jangan lama-lama, nanti terluka."

Sejurus, nampak komplotan bangau hendak mencuri-curi perhatian pada langit. Dia melanjutkan..

"Bangau itu, tampak kah oleh mu? Kenapa mereka selalu berombongan? Adakah sesuatu yang mereka takutkan? Mungkin setan? Atau garpu listrik dewa zeus?"

"Mereka hanya takut berpisah, karna berpisah sudah pasti sendiri, karna berpisah sudah pasti sepi, karna berpisah sudah pasti bikin pusing."

"Hemm, hipotesis yang tak terlalu buruk."

"Berpisah itu menyakitkan."

"Ah, kenapa selalu saja ada perpisahan bila ada pertemuan? Kenapa selalu saja ada awal bila ada akhir? lalu kenpa aku terpisah?!"
ia menangis, menutup mata, membungkuk kan pundaknya.

"Tak perlu bersedih hati, ini belum seberapa. Hidup masih punya rahasia yang tak kita duga."

"Untuk apa rahasia bila sudah pasti kita akan mati? Untuk apa menebak bila sudah pasti kita akan kalah? Sungguh sia-sialah hidup ku ini. Aku ingin mati saja!!"
ia berteriak, sambil menggenggam sebuah silet karatan yang siap mengiris pergelangan tangan nya.

"Matilah saja kau. Hidup mu memang tak berguna."





..bersambung

(ke)bingung(an)


Beberapa hari yang lalu, saya pernah menemukan sebuah kertas berwarna coklat kusam dalam dompet yang jarang saya bawa. Kertas itu terlihat payah, dengan tinta hitam yang berceceran karna luntur dimakan massa. Ada sebuah tanda tangan, nama saya dan nama seseorang. Juga tanggal yang menunjukan waktu masa lalu yang sangat kelabu. Kertas itu menampilakan sebuah gambaran dimana perjalanan suck'snya hidup saya dimulai.

Saya kira saya tak perlu menjelaskan secara rinci bagaimana semua itu terlaksanakan. Namun satu yang jelas, saya sangat bodoh dalam segala hal ketika itu(mungkin sampai catatan ini diterbitkan).
Sudahlah. Itu hanya masa lalu.

Sekarang saya sedang mengakrabi waktu, merelai semut-semut yang berebut butiran air surga. Menikam sampai mati sinar pengharapan. Menatap masa depan yang masih rahasia. Kemudian saya menyetel televisi.
Saya mencoba mengartikan apa yang sedang terjadi dalam layar kotak 14inc itu. Namun hanya sedikit yang bisa saya tangkap. Ahk, mungkin saya hanya orang pinggiran yang belum bisa memahami acara-acara dramaturgi tersebut. Saya merasa acara-acara itu hanya menjauhkan diri saya dari realitas yang seharusnya.
"Ini salah!" hati saya berdebar. Kemudian telivisi saya matikan. Lampu saya matikan. Tapi tidak dengan wajahnya yang dari tadi menempel di otak saya.

Saya menggeletakan tubuh penyakitan ini di lantai. Rapuh, lusuh, tak berpenghuni. Saya pejamkan mata. Saya kosongkan pikiran yang penuh sesak ini, berniat merelaksasikan ruh yang entah sudah kali keberapa ia tinggal di disini(waktu, massa)
tapi saya tak mampu.
Akh, ada apa dengan diri saya sebenarnya?!











Jogja,

Goblok


Mungkin saya adalah lelaki paling goblok sedunia, lelaki yang tak mampu menegaskan hati dalam memantapkan sebuah pilihan, apapun bentuknya. Atau lelaki dungu berotak kerbau. Sebab saya memang tak punya rasa malu terhadap diri saya sendiri.

Saya akan menceritakan sedikit sebab kenapa kalian bisa memanggil saya goblok dengan hati bergembira.
Begini ceritanya..


Sekarang(entah sampai kapan)saya sedang dihadapkan pada sebuah permasalahan asmara, cinta, kasih sayang, atau apapun itu sebutannya.
"Cinta bertuan diatas kekosongan."
Mungkin itulah keadaan yang saya rasakan sekarang.

Saya mencintai seseorang, tapi seseorang itu sudah mempunyai pasangan(Akh, goblok sekali diri saya). Bahkan saya sudah menganggap nya sebagai pacar saya(ya, saya memang goblok!). Saya tak memperdulikan omongan teman-teman saya yang mengatakan kisah saya ini benar-benar harus di sudahi. Karna cepat atau lambat, hubungan abu-abu saya ini akan sangat merugikan banyak pihak.
Tapi saya bisa apa? Saya sudah terlanjur mencintainya terlalu jauh. Saya tau ini salah, tapi apakah cinta saya juga salah? Akh, maka sebutlah saya goblok sekarang !
Goblok.

Saya mencintainya, dia pun mencintai saya(walau tak sehebat mencintai ke pasangan nya) saya terima, karna saya pikir cinta jaman sekarang sudah tak sesuci cinta Adam kepada Hawa, jadi tak ada salahnya menjadi yang ke dua bukan?
Dulu,
Saya pernah menghabiskan waktu bersamanya, duduk berduaan sambil saling mengamati lirikan mata kami. Dimana saja. Di sebuah taman, warung, jalan, situs prasejarah, sekolah, bahkan dalam ruangan kedap suara. Menghitung derai-derai angin, mengeja kilatan senja, meramu buliran rintik gerimis menjadi minuman isotonik. Dan masih banyak yang lain nya.
Goblok.

Mungkin anda yang sedang membaca catatan ini, ingin sekali meludahi saya. Mencaci maki saya dengan segenap jiwa. Atau bahkan melempari saya dengan jutaan kondom bekas rasa durian. Karna saya memang layak medapatkan nya. Saya pecundang.


Kenapa saya bisa mencintai seseorang yang sudah mempunyai pasangan?




bersambung..

Di jam 17.25


Seperti biasa, setelah jam sekolah yang sangat membosankan sudah usai, ada ritual yang selalu aku tunaikan dengan sungguh-sungguh dan dengan hati yang bersih. Meski terkadang hati ku tak selalu benar-benar bersih. Ritual ini bisa di bilang sangat sakral, karna saat aku menunaikan nya ada perasaan yang sangat mendamaikan jiwa dan membangunkan sisi baik dalam batin ku.

Terkadang aku mengerjakan ritual ini ditemani oleh sebotol air mineral dan roti bungkusan seharga 1500an. Terkadang juga aku ditemani secangkir teh panas yang membuat tenggorokan ku terasa hangat. Tersaji pula segenggam rindu mengabu-abu yang selalu membayangi. Ya, rindu yang selalu dan terus mengabu-abu.
Rindu itu. Rindu yang tak pernah dapat terjelaskan.

Ritual sakaral itu adalah..
Memandangi langit di jam 17.25. :D




Aku bisa menulis apa saja jika aku berada di jam 17.25.
Menulis waktu, air, biru, hujan, langit, bunga, seks, hidup, laut dan cinta..
Jika keadaan memungkinkan untuk bernyanyi, maka aku akan bernyanyi. Bernyanyi apa saja, untuk lebih menenangkan jiwaku. Karna jujur, aku sangat suka bernyanyi(meski suara ku lebih mirip kodok yang sedang ber-orgasme)tapi dengan bernyanyi aku bisa lebih menguasai emosi yang tak jelas "mau ngapain" didalam diriku.

Di jam 17.25
Saat surya mulai tunduk pada bintang dan bulan.
Suka ada beberapa orang yang tersenyum padaku di atas senja yang sedikit menyilaukan. Orang-orang itu tak lain tak bukan adalah orang-orang yang selalu ada di hati dan jiwa ku. Mereka adalah, ayahku, ibuku, kakak ku, adik ku, anak dari kakak ku, pacar ku(belum jelas), dan tentu saja wanita-wanita yang pernah mengambari kanvas hidup ku. :)
Mereka membetuk bayangan dan ber-slide teratur dalam jarak pandang mata ku di atas senja. Membuat ku tersenyum tanda bahagia. :)



Sekarang, sudah jam 20.07 , aku lelah, aku mau makan, setelah itu aku mau tidur.

Selamat malam jogja.

Bulan di jam 5 sore.


"Terkadang bahagia itu bisa lahir dari sebuah ketiadaketisan yang sedang mengancam detak langkah kita."


Class room, 01.30 PM.

Ada detak jantung yang berdetak lebih cepat dari biasanya. Aliran darah mempompa sangat deras dari detik ke detik. Tangan ku gemetar dengan hebat(meski tak sampai memicu tsunami). Kaki ku membeku seperti batu. Kedipan mata ku juga tak tentu pasti berapa kali berkedip dalam semenit.


Sebabnya?
Apalagi kalau bukan mahluk bernenek moyangkan Hawa itu. :D

Ada wajahnya. Lucu namun tak setiap waktu. Bersih bagai air mineral produksi gunung salak.
Wajahnya terlihat berbeda dari biasanya, teduh meski sekilas nampak terlihat serius. Tatapan nya yang mampu mengaburkan pandangan jagat karsa. Suaranya, sanggup membuat dewa-dewa berpesta semalaman suntuk di dalam istana kerajaan langit.

Sepintas, wajahnya sangat serupa dengan bulan di jam 5 sore. Pucat pasi, namun sangat eksotis. Bila bisa ku foto moment itu, mungkin aku akan memenagkan lomba fotografi yang diadakan seminggu yang lalu di tempat ini. :D
Aku serius, wajahnya benar-benar menawan. Jadi tak salah katanya Afghan, Wajahmu mengalihkan dunia ku. Haha..

Sudahlah, aku tak mau berlebihan.


















Jogja,

Catatan untuk Arvianto.














Namanya Arvianto. Dia teman ku, sahabat ku, kawan ku, sekaligus keluarga yang bersamanyalah bisa tercipta suasana yang menyenangkan. Suasana yang terkadang bisa membekukan malam, tapi terkadang juga bisa mencairkan bintang-bintang timur. Dia sosok yang tempramental. Tak pernah mau mengalah, bahkan kepalanya sekeras batu di karang-karang laut selatan. Dia menginjak umur 21 tahun di tahun ini. Tingginya mungkin 170cm, berkulit sawo matang, rambut nya licin bagai rumput tak berbaju. Seingat ku dia berzodiak Leo. Dia menyukai musik-musik scream dan punk rock. Jadi tak heran ia selalu berambisi untuk satu panggung bersama Avenged Sevenfold dan The Red Jumpsuit Apparatus.

Kami berteman mungkin sudah lebih dari lima belas tahun. Kami menghabiskan masa anak-anak kami dalam lingkungan yang sangat menjemukan. Lingkungan yang penuh kemunafikan dan kearogansian. Tak ayal, kehidupan kami tak lepas dari hal-hal tindakan yang berbau kriminal. Meski begitu, kami tak pernah lupa siapa Tuhan kami, kami sholat, mengaji, bahkan mengikuti sholat idul fitri yang konon katanya sholat paling melelahkan bagi ukuran anak-anak sebaya kami. Ya kami adalah pemuda harapan bangsa yang baik sebenarnya, hanya saja saat itu kami belum mengenal lebih jauh, apa itu cinta, wanita, seks dan nafsu. Jadi, kami selalu melampiaskan hasrat puberitas kami pada VCD porno milik ayah kami, yang berdampak tercorenganya muka kami, sebagai pemuda bajingan di lingkungan Cikande Permai dan sekitarnya.

Sekarang, kami sudah dewasa(meski belum sepenuhnya). Kami mulai mempunyai ambisi besar untuk berkesenian musik. Sebenarnya cita-cita kami dahulu adalah menjadi pemain bola internasional layaknya Zinedine Zidan atau Edgar Davids. Namun seiring berjalan nya waktu, cita-cita kami tadi terhapus dengan maraknya dunia permusikan sekarang ini, kami sempat membentuk sebuah band, tapi kelihatanya itu tak berjalan mulus. Jadi, kami mulai membunuh ambisi kami untuk menjadi musisi kelas dunia. Sekarang (lagi) kami mulai fokus untuk melanjutkan kehidupan kami masing-masing. Aku ke jogja untuk berjuang melawan ketertindasan hidup ku, sedangkan ia, memilih bekerja di sebuah pabrik sepatu yang lumayan bonafit di Tangerang. Kami terpisah jarak, ruang, dan waktu. Tak bisa dipungkiri, intensitas kami untuk melakukan kegiatan apa saja, jadi sedikit berkurang. Mungkin hanya sekedar lewat SMS atau lewat pesawat telpon kami berbicara. Selebihnya kami serahkan pada waktu yang terus berdetak merdu.

Sekarang (lagi) ia sedang menginap di sebuah Rumah Sakit di Kota Tangerang. Tubuhnya lunglai, lemas tak berkuasa melakukan apa-apa. Dia mengalami kecelakan yang bisa di bilang sangat parah. Motornya hancur, tapi anehnya tubuhnya sehat waalfiat. Walau ia terpaksa merelakan otaknya untuk tak mampu bekerja dengan baik lagi..
Ya, kecelakan nya itu, menyebabkan otaknya sedikit mengalami gangguan..
Sudah berjalan satu bulan dia tak sadarkan diri dalam kamar berhiaskan obat-obatan dan infus beraneka macam itu.

Kabar terakhir yang ku tau dari Ayah ku, ia sudah menjalani operasi untuk menyembuhakan luka di otak nya itu. Namun, berita duka datang lagi, ia malah semakin Drop setelah operasi. Sontak kabar ini membuat ku sedih bukan kepalang. Jujur, saat ini aku ingin sekali kesana. Melihat keadaan nya sekarang, tapi sepertinya keadaan membungkam ku untuk menunaikan nya.
Tapi bukankah obat termanjur dari segala penyakit adalah doa yang tulus ikhlas?


Arvianto, semoga kau cepat membaik.
Cepatlah sadar, cepatlah bangkit kawanku, agar kita bisa menhancurkan alat-alat di studio yang kurang mengenakan di Cikande Permai. Agar kita bisa bermain bola di lapangan RT07 yang sangat mengenaskan itu. Agar kita bisa bernyanyi lagu kencang di tengah malam yang panas. Agar kita bisa membangunkan orang-orang yang sedang sibuk berhubungan badan di rumah-rumah para petopeng itu dengan suara rusak kita. Agar kita bisa membunuh sepi yang melilit dengan menyanyikan lagu galau dan kesedihan di sepertiga malam yang ritmis. Agar kau dan aku bisa kembali bersama lagi. Tertawa, bernyanyi, mengumpat, menari dengan bir oplosan, bergitaran dengan awan yang pekat, dan tentu saja, selalu meneriakan kepalsuan di dalam hidup yang sudah tak lagi biru ini.  :)








Salam hangat dari ku,








...reshie imam bargowo.
yang selalu berharap kau cepat sembuh.

Kecil


Ia datang lagi.
Bersama sebentuk wajah yang sudah lama sekali tak ku lihat warna nya itu. Dengan mengenakan sutra coklat yang membuatnya benderang seperti bintang kejora. Langkahnya gontai bak rumput di terpa angin utara. Warna matanya masih sanggup menurunkan hujan di awal musim semi. Namun sayang seribu kali sayang, rambutnya tak di ikat seperti apa yang selalu aku inginkan ketika mau bertemu.

"Bila ini yang terbaik, maka lakukanlah.."

Aku sayang padanya, tak bisa diragukan. Aku menyayangi nya lebih dari apapun di dunia ini, meski ibu ku selalu berkata jangan pernah menyayangi orang secara berlebihan, karna agama ku tak pernah mengijinkan nya. Namun tak bisa dipungkiri, aku SELALU menyayangi nya secara berlebihan, dan anehnya itu terus berlanjut sampai sekarang.

Ia tertawa saat aku tertawa, ia tersenyum saat aku tersenyum, ia memerah saat perlahan aku mencium pelipisnya. Ia memukul ku saat aku menyebutnya "Kecil", ia membalas pertanyaan ku saat aku menanyakan untuk apa kita dipertemukan sekarang, ia mengelus rambut kepala ku dengan penuh penghayatan, saat aku kelelahan dan tak bisa bernafas. Dan akhirnya ia memeluk ku, erat, sangat erat dan penuh kelembutan, saat waktu yang dengan egoisnya memaksa untuk menghentikan romansa kami.

Sekarang, kami sudah berjanji tidak akan saling membenci(walau seharusnya kami harus saling membenci). Kami tidak akan egois, kami tidak akan jadi orang yang menyebalkan, kami tidak akan berurusan lagi dengan yang namanya kecemburan, kami tidak akan mau punya anak sebelum menikah. Dan kami berjanji tidak akan melanggar janji tersebut. Kami akan jaga janji tersebut dengan nyawa kami masing-masing. Karna kami saling menyayangi, jadi, sungguh tak ada satu hal kecil dan besarpun yang akan menggangu detak jantung kisah abu-abu kami.
Ya, kisah kami ini benar-benar abu-abu.


Tapi ada sebuah pertanyaan yang masih mengganggu ruang gerak ku hari-hari ini.
Pertanyaan yang bisa menurunkan gerimis di saat hujan belum mau turun. Pertanyaan yang sebenarnya berkesan ambigu.




Bersambung..

 

Haha


Terdorong oleh keinginan yang menjunjung tinggi nilai budi pekerti luhur, dan dengan kobaran semangat yang terus membara menggebu-gebu. Gw tegaskan secara sadar dan sehat, kalo gw sungguh sangat amat butuh temen buat ngobrol sekarang! (Secara nyata, bukan cuma lewat sms yang kagak jelas kaya anak SD lagi puberitas)


Maka, otak gw(yang sebenernya pinter tapi jadi bego gegara gagal buat nyalonin presiden ibu-ibu pengajian komplek)mecetuskan sebuah ide dahsyat yang tidak dapat di temukan dalam buku-buku tebal berjudul "bagaimana cara menjadi tukang sedot WC sesuai kaidah EYD". :D

Ide ini tumpah secara tiba-tiba, pas gw lagi ngutak-ngatik hp oldish bekarat mengenaskan ini.
Kemudian diteruskan dengan pergolakan batin yang mampu mengemparkan dunia persilatan bagi jiwa orang teraniyaya ini. Sebuah diskusi singkat antara hati dan pikiran.
Berikut ilustrasinya ;

"Apa yang bisa dilakukan kotak besi tua karatan kamsupay buatan India ini supaya BT gw ilang?"

"Hahaha, tenanglah, ada om jin disini, sebutkanlah 3 permintaan mu, wahai bujang lapuk dungu tak tau malu."

"What? Bujang lapuk dungu tak tau malu? Hellooo... Elo aja kali gw nggak! Elo yang lapuk dungu tak tau malu dan sopan santun! Perasaan gw belom gosok-gosok apapun(kecuali tole gw)deh, kok elo dah muncul sich?! Dasar tak tau unsur estetika yang baik dan benar kau mahluk tua berambut bihun basi!"

"Heh? Maaf, salah lokasi syuting, hehe, pissss.. Ma'av ea kakaks, :)"

"Asu kowe !"

Bagaimana? Paham kan solusi apa yang di dapat manusia mengenaskan ini setelah melalui perbincangan singkat diatas? Jika tidak, maaf. Gw cuma mau belajar ngelawak dengan sungguh-sungguh dan serius. Jadi tolong, jangan salahin gw, karna gw hanya manusia biasa, sama seperti kalian yang juga mempunyai cipta rasa dan karsa bermutu tinggi.

(Langsung aja ke inti pembicaraan kita! dasar lu bujang lapuk yang tak bisa bersosialisasi dengan kaum homo!)

Okelah kalau mau mu begitu.

Setting : Kos yang sungguh memiriskan hati.

Jadi gini ceritanya :





























gw itu BT !
:D haha



Jembatan Kalicode

Menyepi.
Seperti itulah apa yang dilakukan tubuh kurus tak terurus ini sekarang. Menyepi, dari segala bentuk keterasingan yang mengesalkan hati. Menyepi, persis seperti apa yang di tunaikan manusia ketika mau muntah atas hari-hari yang membunuh.

Tak ada warna, hanya abu-abu berdasarkan kelabu. Tak ada mimpi, hanya laju waktu menunggu bom waktu.

Kesal memang, tapi inilah keadaan nya.
"Kau harus terima"
Begitu kata judul lagu yang sedang ku dengarkan sekarang.
Mau tak mau, aku harus mau ! Jangan mengeluh.


Kemudian, mulai nampak semburat orange dari arah barat sana. Mengayun-ayunkan sinar terakhir dengan sesuka hatinya. Sedikit aku takjub, tenang, tapi seketika itu pula aku diam, bagai tersihir sebuah bola mata yang cantik tapi tak mau diajak menari.

Aku memandang sekitar, sesekali ku telan ludah ku sendiri.(kuharap ludah ku bisa menjadi zamzam) ;
Gerimis menari, senja bersemu, rumput berdansa, awan berpacaran, burung bangau bernyanyi, manusia-manusia tertawa, sedang aku terpaksa menenggak rindu yang telah menjadi pahit dan busuk.
Hah, entahlah, ini semua memang tak seperti yang diharapkan. Lupakanlah..


"Ketika kau tau itu salah, sudah seharusnya kau berhenti."


Lalu aku bernyayi...

Ku hanya seorang diri, dan tak mempunyai apa-apa selain engkau...


Hah, berlebihan sekali aku.



Jogja,
Di titik bumi yang tak berasa.













...senja pun berakhir

Gremeng di warung


Aku keluar, ke depan, ke warung, warung makan, karna aku lapar, jadi aku harus makan, makan apa saja yang bisa membuat perut ku tak bershufle.

Namun sekarang hujan masih sedikit malas untuk menarik mundur kan dirinya(sebutlah itu sebagai gerimis)jadi nampaknya aku harus memesan teh hangat atau susu putih jahe agar bisa lebih berlama-lama di warung ini. Sembari menunggu pagi. Menunggu jam 7. Karna aku mau sekolah.

"Aku tau, menjalani hidup dengan kepalsuan itu sangat melelahkan."


Jam berapa ini?
Ternyata jam 4 pagi. Ku rasa aku harus pulang sekarang. Adzan sudah memencarkan suara kelembutan. Perlahan mengajak mentari untuk bangkit dari timur.
Aku pulang, untuk menunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslim, sekaligus membuktikan kepada orang-orang bahwa perangkat desa tidak salah mengisi kolom Agama di dalam KTP ku.
Sholat. Sholat subuh. Karna kata Tutor ku di sekolah, sholat itu tiangnya Agama. Jadi agar akhlak mu bagus, kau harus rajin sholat. Sholatlah sebelum kau di sholatkan!


Nyamuk, bau tanah, es batu yang mulai mencair, bapak-bapak yang tak lelah melihat video porno di handphone, juga 4 puntung rokok yang memandang ku tajam dari dalam asbak, menemaniku hingga tiba jam 7 nanti.
Tivi menyala.
"Kau harus sholat supaya kau tak masuk neraka!"
kata ustadz di televisi itu, sambil menunjuk hidung ku seolah-seolah aku lah mahluk yang paling bangsat di muka bumi ini. Dengan aura bergaya seperti Nabi yang suci, menghakimi para pemirsanya dengan khotbah-khotbah panjang yang hanya membuat ku mengantuk.
Sepertinya betul apa yang dikatakan guru ku pekan lalu, bahwa dunia ini sedang dilanda virus kemunafikan yang sangat berbahya.

"Seberapa jauh manusia harus berjalan untuk bisa disebut sebagai manusia?"

Ah, tapi sepertinya aku masih ingin barlama-lama di warung ini. Jadi biarlah para ustadz itu mendapatkan pekerjaan keren nya. Sedangkan aku disini, di warung ini, di depan tivi ini, akan berpesta dengan waktu yang semakin menyempit!











Gerimis yang sungguh ritmis. Di pagi yang sepi. Di bulan april yang mati.

Thanks God, aku punya mereka. :D

"Dibelakang Lelaki yang hebat, terdapat Wanita yang kuat."
Begitu kata para orang-orang pemikir yang ngabisin waktunya cuma buat mikir sampe lupa makan, lupa rumah, lupa no hp, lupa anak, lupa akherat, lupa kencing, lupa hamil dan lupa-lupa yang laen nya. :D

Bercermin dari kutipan di atas, gw rasa inilah moment yang sempurna buat ngasih predikat strong women buat ke dua temen perempuan gw yang memiliki jenis kelamin betina, (apa bedanya?) dan gw rasa temen-temen Pejantan Tangguh yang kemaren liat, Dimas, Gomet, Hanif, juga pasti bakalan setuju. Karna berkat jasa-jasa ke dua betina ini lah, gw dan para pejantan tangguh tadi, jadi bisa menikmati sensansi dari Coklat Monggo yang konon katanya sangat melegenda itu.

Mereka(kedua betina tadi) yang dengan luar biasanya berjibaku(diksi dari bang Hanif)dengan sekuat tenaga memperebutkan coklat rasa coklat itu dengan para orang-orang kelaparan di bawah sana. Bayangkan saja, Coklat yang sejatinya mungkin seharga 10rb perak, harus di rebut sampai mempertaruhkan sebuah nyawa yang suci ! Sedangkan kami yang berani menyebut diri kami sebagai pejatan tangguh, hanya melongos meneteskan air liur sambil manadahkan tangan meminta coklat yang mereka dapatkan dengan susah payah tersebut.
Gilakh !
Ironi sekali memang kadang-kadang hidup ini.

So everybody, kita berikan tepuk tangan yang meriah untuk kedua ekor mahluk yang luar biasa ini ;
Ju Wonge dan Ulil Azmie..   :D

Seluruhnya berawal dari malem minggu kemaren yang sungguh nista(gw serius, yang ini bener-bener nista, bahkan bisa jadi kata nestapa kalo seandainya gw bener didakwa bersalah gegara belum bayar es nutrisari sama tempe goreng di depan kosan !)
Kenapa bisa begitu? Kenapa maming gw bisa jadi nista senista-nistanya orang? Dan faktor apa yang menyebabkan kata nista bisa berevolusi menjadi kata nestapa? Lalu apakah hubunganya es nutrisari dengan tempe goreng yang sebenarnya sangat nikmat bila di santap ketika bangun tidur itu?
Baiklah, tanpa berpanjang tangan lagi, kita uraikan pertanyaan-pertanyaan tak penting itu ke dalam beberapa tahap.

Pertanyaan pertama tahap pertama.
1. Mungkin kita akan berbicara tentang bergejolaknya sebab-akibat dalam dunia perbahasaan indonesia.
Begini, gw akan membuka dengan sebuah kutipan yang sungguh dahsyat bila kita resapi lebih mendalam.
"Kamu tidak akan bisa menghargai sehat bila kamu belum merasakan sakit, dan kamu tidak akan menghargai hidup bila kamu belum merasakan mati !"
Astagfirulloh halladzim.. Ya Tuhan, ampunilah dosa-dosa hamba, lapangkanlah tanah kubur hamba kelak Ya Tuhan, dan masukanlah hamba ke dalam tempat orang-orang yang hamba cintai(di iringi dengan backsound dari Wali band-Tobat maksiat.)
So??
Ya intinya gw lagi sakit ! Dan sekarang dalam masa penyembuhan. Kata dokter pribadi gw, harusnya gw di kos istirahat terus, bukan malah keluyuran sampe pagi kaya orang gak punya rumah. Harus makan yang banyak biar metabolisme tubuh gw jadi seimbang lagi, juga harus banyak mendapatkan nutrisi tambahan dari susu kuda liar yang di jual bebas di toko jamu dan sekitarnya.
Sebab : Gak punya duit.
Akibat : Gw jadi sakit!
Jadi untuk para orang tua yang menyekolahkan anaknya jauh-jauh ke luar provinsi atau ke luar negara, pesen gw cuma satu. Jangan pernah telat dan pelit untuk mengirimkan anak-anak mu uang! Karna percayalah, nilai IPK dari anak-anak mu tergantung dari seberapa besar jumlah uang yang kalian kirimkan!
Nista. Itulah kata yang pas untuk maming kemarin.

Pertanyaan kedua tahap kedua.
2. Sistem kinerja yang buruk antara tepat janji dan sate kambing.
Tadinya gw pikir maming ini bakalan gw abisin dengan maen gitar sepuasnya bareng temen yang katanya mau ke kosan gw dengan membawa gitar kesayangan nya. Secara udah terhitung 10x24 jam gw kagak maen gitar.
Kangen donk pasti.
Tapi lagi-lagi gw harus kecewa, karna temen gw itu kagak jadi dateng gegara nabrak tukang sate kambing yang lagi mangkal di depan
rumahnya! Ah tidak...
Mengapa semua ini harus terjadi padaku Ya Rabb?
Maming ku, Nista menjadi Nestapa. Oh fak sit sit !

Pertanyaan ke tiga tahap ketiga.
3. Kesalahpahaman dan tangan kurang sopan itu tak bisa di maafkan!

Karna gw abis sekarat, jadi gw putuskan untuk tidak mamakan makanan yang mengandung minyak berlebih dan tidak meminum minuman yang mengandung es berlebih. Namun setan selalu punya cara untuk menyesatkan manusia. Kemaren gw bangun jam 3 sore, dan pada saat waktu seperti itu, di kos gw yang sungguh penuh aura mistis ini karna gelap gulita, panas, pengep, dan lembab seperti Goa berhantu dalam film-film horor, mendorong gw untuk menghianati janji gw sendiri. Gw langsung cabut ke depan buat pesen es nutrisari rasa jeruk sama tempe goreng dua biji. Yang malah berbuntut jadi sebuah dakwaan semena-mena terhadap orang pinggiran! Gilakh! Si penjaga warung nuduh gw belom bayar padahal duitnya udah gw taro di atas etalase!
Dan kalian tau siapa pelaku utama yang sesungguhnya bersalah dalam drama kasus es nutrisari dan tempe goreng ini?
Ya, dialah anak si penjaga warung, yang dengan biadabnya menyembunyikan uang itu di balik celana dalam nya. Dasar..
Tunggu pembalasan ku wahai kau anak kecil berambut keriting. Akan ku jual kiloan sepeda mu yang mentereng di depan rumah mu itu. Dan akan ku jadikan kau selir ku saat umur mu sudah menginjak angka standar seorang selir. Lalu akan ku kirim kau sekolah ke Amerika untuk belajar melatih tangan mu supaya lebih sopan. Ya, itulah pembalasan ku padamu wahai kau anak kecil anak penjaga warung.













Namun akhirnya semua berakhir indah. Berkat teman-teman yang sungguh luar biasa itu. Meski terkadang suka tak jelas mau ngapain, but thanks God, aku punya mereka.
Dan ah iya, mungkin maming kemaren juga bisa jadi kado ultah yang tak terlupakan(mungkin)buat salah satu teman betina kami itu. Ju. Happy brithday. :D

Sekarang semua kembali seperti sedia kala.
kos, sepi, gelap, bau asap rokok, buku, handphone, juga masih setia Galih Fajar Nurachmat yang ngebuat gw sakit perut gegara bahasa cilacap yang ia bawa kesini dan ia budidayakan disini.

:)
















Jogja,

Catatan untuk Biru Anamanta S Wahryan (diriku sendiri)

"Bahwa semua fenomena alam itu hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang kekal. Tapi kebanyakan orang sudah puas dengan kehidupan di tengah bayang-bayang. Mereka tidak memikirkan apa yang membentuk bayang-bayang itu. Mereka mengira hanya bayang-bayang itulah yang ada, tanpa pernah menyadari bahwa bayang-bayang tersebut sesungguhnya hanyalah bayang-bayang. Dan dengan begitu, mereka tidak mengindahkan keabadian jiwa mereka sendiri."
Plato.


Gw rasa.,
"Terkadang manusia sering mengabaikan bisikan-bisikan lembut dengan lebih memilih bertindak bodoh !"




***


Sudahlah, biru...
karna tak melulu hidup ini hanya soal pertanyaan. Pertanyaan yang hanya membuat kepala mu puyeng dan memaksa mu untuk meminum obat bius.
Biru, kau masih ingat kan kata guru mu dulu? Bahwa tak selamanya Tuhan menciptakan akal hanya untuk bertanya dan menyesatkan pikiran dalam pertanyaan itu sendiri. Sesekali memang ada pertanyaan di hidup ini yang tak perlu timbul jawaban. Just be understanding saja, biru.


Biru, sebenarnya keharusan kita pada saat tercapainya titik kedewasaan, adalah tak perlu banyak bertanya tentang hidup dan untuk apa hidup itu di ciptakan. Di titik inilah biasanya manusia mulai hilang keseimbangan, mulai jatuh, lalu mati sia-sia.
Biru, bertanyalah yang sewajarnya saja. Yang masih bisa di proses oleh otak mahluk sejenis kita.
Jangan bertanya untuk suatu hal yang kau tau tidak ada yang tau jawaban nya. Itu akan malah menyakitkan mu, Biru. Sungguh.
Karna bukankah ada hal-hal yang tidak perlu kita ketahui di dalam berjalan nya proses kehidupan ini? Maka untuk itulah para ahli bahasa memperkenalkan kata "Rahasia" untuk menghentikan sebuah pertanyaan.



Biru, kalau boleh aku sarankan, hiduplah dalam hidup mu saja, karna hidup mu hanya untuk satu kali ini. Jadilah dirimu sendiri Biru, jadilah tuan bagi hidupmu sendiri. Dan disana, ditempat ketakutan bertempat, jalanilah, biru.


Tapi sekali lagi,
Just be understanding sajalah, biru.












Jogja.
Kutipan Plato di atas gw kutip dari novel filsafatnya Jostein Gaarder.

Ayo pulang (Malam Gerimis)


Ini sudah malam. Bahkan pagi ! Harusnya kita sudah tak berada disini. Konon, mengunjungi tebing saat waktu begini, akan sangat membahayakan bagi jiwa kita. Terutama kau. Kau wanita. Kaum yang selalu menggunakan perasaan(ego) daripada akal. Takutnya kau benar-benar terjun bebas dari bibir tebing hanya untuk menenggelamkan sesak mu. Belum lagi orang tua mu yang sekarang pasti kelabakan mencari tubuh mu yang biasanya sudah di dalam kamar.

Ayo pulang..



Aku tak mau membiarkan mu mati dalam derup langkah yang kian menyudutkan mu.
Aku tak mau membiarkan mu mengupas cahaya-cahaya rembulan gendut beralaskan rumput beku.



Ayo pulang...

Hari sudah mulai berproses menjadi sinar penghidupan. Waktunya merapal doa-doa kedamaian. Bentangkan selimut mu. Tenangkan laju nafas mu. Kenakan piyama mu. Dan buatlah dirimu nyaman sekarang. Kemudian terlelaplah..
Ajak pula aku berduet dengan waktu.
Waktu...
Di dalam mu terlelap.




Ayo pulang..
Karna sebentar lagi malam mau gerimis..
Gerimis..








Gerimis, malam gerimis..
Yang selalu ritmis.












Jogja,
Untuk, sesuatu yang selalu percaya pada senja yang tak selalu putih tak selalu hitam.

Untuk 01.10 yang berhiaskan angin hambar.

Malam itu adalah saat dimana semesta mempercayai siang untuk tak melucutinya. :)



***
Aku, sedang merapal apa-apa yang akan ku lakukan esok. Menunggu detak waktu yang siap mengubur masa kemarin. Dengan lagu-lagu instrumental yang aku tak begitu tau siapa Nama pemain nya. Gelas berisi air putih yang dengan ikhlasnya aku kecup 15 menit sekali, siap merelakan tubuhnya untuk ku dzolimi.

Aku duduk di muka pintu. Mencoba mencerna apa yang dikatakan ayah dan ibu ku tadi sore lewat pesan singkatnya. Akh, lagi-lagi aku pusing.
Malam ini sepi, alam tak bersuara(mungkin sedang lelah).

Kemudian sesekali ku baca bait-bait sajak dari kawan-kawan ku. Menceritakan tentang busuknya kelakuan dari para
Pejabat yang sejatinya mereka pilih sendiri. Ada juga yang mengisahkan tentang kenistaan bagaimana hidup(keadaan)yang merajam sesak dada mereka. Ada pula yang dengan angkuh dan kurang ajarnya mendikte Tuhan agar mempercepat kiamat. Ada yang bersajak soal seks, mengumbar-umbar klamin dengan rasa bahagia di dada layaknya pemburu mendapatkan babi hutan.

Aku hanya tersenyum saat mencoba merasuki sajak-sajak keren itu. :) aq tak mencoba menjadi seorang kritikus bergelar panjang di belakang nama untuk menjudge sebuah sajak. Karna menurut ku, sajak itu adalah keindahan. Sebuah nilai sepakat dari pergumulan hati dan pikiran yang sungguh suci. Ia hidup hanya untuk hidup. Tanpa harus memperdulikan ia akan menjadi apa. Hanya itu. Tak lebih. Itulah sajak. :)

Lalu aku menyetel tv. Aku disuguhkan acara roman-roman picisan yang sugguh memuakan. FTV yang yang berlomba-lomba melicikan realita. Menjauhkan kebenaran hidup para pemirsanya. Ahh, mungkin aku memang orang tolol yang tak bisa memahami hal-hal yang tersaji dalam acara-acara itu, tapi sungguh, aku benar-benar membenci acara-acara tivi di saat begini !
Karna setelah semua rapalan ku selesai, aku bingung harus melakukan apa !


Kemudian datang suster ngesot mengetuk kepala ku, ia berkata memberi solusi..

"Ini waktu yang pas untuk menonton video porno.."

('',)














Jogja,

..bersambung.

"Bila aku harus terjatuh, aku mau terjatuh bersamamu."


Saya rasa, apa yang saya harapkan di waktu-waktu yang sangat membosankan ini bukanlah suatu kemustahilan. Saya yakin saya bisa mendapatkan apa yang saya harapkan itu. Meski harus bermandikan peluh dan luka nantinya. Harapan, harapan terhadap wanita yang sungguh saya cintai. Mendapatkannya, menjinakannya, dan mengajaknya merajut waktu hidup yang kian menyempit ini.
Ah, lagi-lagi cinta. Sebenarnya hari ini saya sungguh malas berbicara tentang cinta, tapi kelihatan nya, benar apa yang dikatakan kawan saya:

"Cinta adalah zat mulia. Dia terbentuk tanpa melakukan proses, dia terbentuk tanpa adanya reaksi. Dia adalah sebuah senyawa yang tak mengandung unsur X atau Y. Dia adalah dirimu !"

Sebenarnya saya sedikit tidak mengerti apa yang dikatakan kawan saya itu, saya hanya merasa bahwa saya bagitu bodohnya untuk bisa memahami bagaimana cinta bisa mempermainkan sisi kejiwaan mahluk bernama manusia.
Sedih, bahagia, murung, sakit, cry, be posesive, jatuh, bangun, duka, senyum, gila, mati..
Tak ada satu mahluk bernafas di jagat raya ini yang tidak luput terjangkit penyakit mematikan ini.

Ah sudahlah,
sekarang saya ingin menceritakan wanita yang saya cintai tersebut.

Dia sosok wanita yang sangat misterius, semakin saya ingin menyelaminya semakin ia menambah kadar kemisteriusan nya. Ia baik, meski tak selalu berbuat baik. Ia suka tersenyum dengan percaya diri yang luar biasa. Ia cerdas dalam melakukan sosialisasi terhadap siapa pun. Ia cantik, ia menawan maski tak setiap hari, ia sering membawa air putih mineral, ia suka musik, ia suka apapun yang saya sukai. Ia mempunyai wajah yang sangat teduh, seteduh siang ini, ia suka menangisi hal-hal yang saya anggap tidak rasional. Ia lincah seperti rusa, dan ia bagus untuk saya. Untuk kehidupan saya.
Ia ada, nyata, bukan sebuah imajiner, berbentuk meski bukan benda mati, bernafas dengan paru-paru sama seperti saya.
Intinya, wanita ini adalah wanita yang selalu sedarhana dalam menjalani kehidupan. :)


Lalu siapakah nama wanita itu sebenarnya?






..bersambung.

Monday, April 23

Berhutang kematian.

Yogyakarta..
Masih setia dengan malam nya yang menunjukan keindahan dan keeksotisan. Lampu jalan warna orange menerkam gelap, gelap-gelap yang menunjukan geliat kota ini. Becek, liat, genangan air, angkringan yang masih menunggu manusia dengan lilin 10cm, Juga para pengamen yang masih merdu mendendangkan lagu kegundahan di tiap-tiap jalan yang ku lalui.

Aku berjalan, sesekali berhenti memandang sekitar kota yang konon katanya adalah kota yang penuh mistis ini. Memperhatikan apa yang mata ku tuju. Tapi tak ada yang istimewa. Angin menampar muka, hujan menghujam tubuh, langit hitam yang masih sama seperti malam yang sudah-sudah. Menembah berkecamuknya rasa-rasa yang harusnya sudah ku buang ketempat sampah sedari dulu-dulu. Penat, jenuh, busuk, pincang, berat, dan masih banyak rasa-rasa itu, mempermainkan sisi emosional kejiwaan ku.
Aku mengeluh..
Menarik nafas panjang agar paru ku sedikit membaik. Menenggak air putih lima ratusan yang tadi ku beli di toko kecil itu. Menghisap batang-batang nikotin yang akan membunuh ku di waktu yang masih di rahasiakan.

Tak ada bulan, tak ada bintang, tak ada kunang, dan tak ada sesorang yang berani menegur ku, dan mengatakan..
"Everything is gonna be great brother.."
(',')





"Manusia memang selalu berhutang kematian pada Tuhan."

Akh..
Anjing ! Aku lupa.
Harusnya aku sadar aku akan mati. Tak seharusnya aku mengelabui Tuhan ku dengan cara yang picik "ini", cara yang ku tau Ia pun mengetahuinya. Ah.. Aku memang bodoh. Semoga Tuhan mau memaklumi.
Karna aku tau Tuhan Maha segalanya, termasuk Maha pengampun bagai hamba Nya yang lupa dan lalai.





"Sering-seringlah mengingat peristiwa yang akan melenyapkan segala bentuk kelezatan yakni mati."
(HR. Turmudzi)



aahhh...













Jogja,
Selamat saling menunggu
..kematian *

Ika Ratna Puspita Sari..

Dear :
Ika Ratna Puspita Sari.
Kakak yang penuh kasih sayang dan ketulusan..


Kakak, Sebelum aku menumpahkan kerinduan ku, aku ingin berdoa pada Tuhan di pertiga malam ini.
Kak, semoga sehat dan berkah selalu mengiringi perjalanan mu yang ku tau sangat melelahkan itu. Aku tau kau wanita yang kuat, wanita yang selalu bisa tersenyum saat suck's nya hidup ini mempermainkan mu. Tetaplah tegar kakak ku, tetaplah menjadi wanita yang menyenangkan bagi orang-orang yang kau cintai. :)

Kak, apa kabar dengan keadaan rumah kita? Tak ada dekorasi yang dirubah kan? Masih tetap seperti saat terakhir ku tinggalkan kan? Lalu siapa sekarang yang suka mencuci piring? Dan siapa yang menggosok pakaian bapak saat mau kerja?
Apa kabar juga dengan pos depan rumah kita kak? Masih suka ramai saat malam hari kah? Masih suka ada anak-anak SMP yang bergumul membicarakan seks kah? Masih suka ada tetangga kita yang ribut hanya karna masalah parkir mobil sembarangan kah? Ah kak, sungguh pagi ini aku merindukan rumah.

Kakak ku tercinta, hari ini aku ingin sekali mendengarkan kotbah panjang mu seperti dulu, menasehati ku dengan kata-kata bijak ala pesantren mu itu, mendengarkan alunan ayat-ayat Qur'an di tengah malam yang membuat ku kagum padamu. Aku butuh kau kak.
Aku jadi ingat saat menggoda mu sedang pacaran di rumah tetangga kita dulu, haha, kau keliatan ingin membunuh ku saat itu. Juga memasukan cicak pada nasi goreng yang disipakan ibu untuk kau makan, dan menyembunyikan pembalut mu di meja kerja bapak setelah kau tertidur, :D
haha , sungguh biadab kelakuan ku dulu. Tapi aku menyayangi mu kak. Sungguh.


Kakak, aku butuh penyejuk, aku butuh sesuatu yang bisa ku ajak bicara pagi ini.
Entah aku harus mulai dari mana, namun yang jelas aku sedang sekarat sekarang !
Kakak, bila kau membaca ini, segeralah menelfon ku.
Salam rindu dari dari ku, adik mu yang terTampan.. :D



ah aku lupa, apa kabar dengan bidadari kecil ku si Nisa Maharni? Sudah bisa berhitungkah ia? tolong sampaikan salam dari ku, Om nya yang selalu rindu menggigit pipinya, :)

Monday, April 16

Ayah ku dan Ibnu Santosa :D

Entah dengan alasan yang tak terjelaskan oleh awan dan hujan, juga entah dengan persepsi yang tak berujung. Sepertinya aku memikirkan Ayah sekarang!

Ayah ku, bukan ayah siapa-siapa, meski ayah ku juga ayah dari kakak dan adik ku, tapi ayah ku ya ayah ku. Tak terolak !

Siang jam 1 tadi, ada jam sekolah yang betul-betul membosankan. Mana hari panas, tak ada angin, tak ada pulsa, tak ada gitar, tak ada kutipan, badan tak enak pula, di tambah desakan ekonomi dari dompet yang sedari kemarin minta di isi sampai melakukan demo besar-besaran layaknya para mahasiswa jaman sekarang. Akh..

ternyata benar katanya Andrea Hiratha, 
"Hidup ini sangat mengerikan kadang-kadang."

Ada pelajaran yang di ampu oleh bapak Ibnu Santosa (aku lupa ia bergelar apa) pelajaran itu adalah...

Sastra Lama.

Jreng jreng.. :D

Mata pelajaran yang tidak keren menurut ku, sebab kata "Lama" di nama pelajaran itu menimbulkan kesan tua, kuno, jadul, katrok, gak kepake, dan banyak lagi lainnya yang tak bisa ku jelaskan.

Namun, tak bisa di pungkiri, pembawaan beliau dalam menerangkan setiap perkara yang terjadi dalam sebuah kisah-kisah lama, membuat ku berdecak kagum. Bukan karna rambut putih yang melindungi kepala berisi IQ (mungkin 140) itu, juga bukan karna kepiawan beliau berbahasa melayu, tapi karna beliau sangat persis ayah ku! Iya, beliau persis sekali dengan ayah ku. Ya walaupun rambut ayah ku tak seputih beliau, juga wajah nya yang tak se gahar beliau. :D

Ayah ku dan pak Ibnu, mempunyai kesamaan dalam menjelaskan suatu perkara, tegas, bersuara lantang, tatapan mata yang sama, dan cara mereka melepaskan kacamata saat mulai menegaskan, begitu serupa. :)

Aih ayahku, aku jadi ingat aku pernah membuat lagu tentang sosok seorang ayah. Sosok seorang yang penuh kewibawaan. Menjadi tulang-tulang kuat dalam menyikapi masalah yang keras, sekeras hidup ini.

Aku pernah dimarahinya, namun marah nya itu yang membuat ku rindu sekarang ini, malam ini, tahun ini, detik ini. Pada ayah, ayah ku. Bukan ayah siapa-siapa.

Tak terolak !

Private Conversation! (3)


Octavia Dwie Ningtyas..

Semoga kau baik-baik saja saat membaca catatan yang entah sudah keberapa kali aku menulisnya untuk mu. Karna aku menulisnya dengan penuh perasaan sedih, marah, dan gelisah terhadap mu yang ku tak tau untuk apa aku melakukan nya, jadi jangan tutup perasaan mu dulu.Dwie, aku bingung dengan sikap yang harus ku ambil kepadamu, sejujurnya, di satu sisi aku menunggu mu, tapi di sisi lain aku tak tahan bila kau terus diam !Bila kau ingin marah padaku, marahlah, aku akan meneriman nya, karna toh aku begini adanya. Tak ada yang lebih ku benci selain kamu, kau selalu menjadi seorang yang penuh kebingungan dan keraguan !

Octavia Dwie Ningtyas..

Aku sering sekali menceritakan tentang mu pada orang-orang terdekat ku. Menceritakan bagaimana aku bisa se-sekarat ini. Karna mu.

Kau tau bagaimana jawaban mereka? sungguh sangat mengecewakan ku! Tak pernah ada solusi. Malah menyuruh ku untuk membuang tentang mu.Tadinya aku berfikir semua yang mereka katakan itu percuma, sampai suatu waktu aku berfikir, aku tidak bisa terus begini, yang ingin mati dalam pelukan mu saja. Akhirnya perlahan aku mulai melupakan mu, dengan seiringnya waktu, juga wanita-wanita yang membawa cinta sementara itu, ikut ambil peran dalam proses menyakitkan ini.  Di suatu titik, aku sukses menguburmu jauh ke dalam palung buatan ku, kau sudah tak ada! Aku bahagia, aku mengabarkan berita baik ini pada burung-burung camar, pada awan, pada hujan, pada senja, pada embun, juga pada pelangi. Ada yang mengatakan bahwa kebahagian ku saat itu seperti perasaan yang hanya mati suri, yang akan hidup lagi kelak entah di waktu yang mana. Dan ternyata itu benar! Perasaan mengerikan yang ku punya ini untuk mu, tumbuh lagi!

Apa yang kemudian ku rasakan? Ku rasa aku tak perlu memberitahu mu.

Kemarin, hari kamis yang penuh awan-awan hitam,aku menuju pada mu tapi tidak kehati mu. Aku ke nganjuk. Sawahan. Desa kecil yang masih saja sama seperti saat kita tertawa bersama. Dan aku sempat mengabadikan dalam bentuk foto-foto beberapa tempat yang menjadi saksi kita pernah merangkai mimpi-mimpi mulia di belakang rumah ku. Ya, foto-foto ini ku ambil dari belakang rumah ku. Tempat dimana kita biasa menghabiskan waktu-waktu yang membosankan itu dengan tertawa, tersenyum, sedih, berduka, bahkan menangis! Dengan hujan, panas, basah, kering, gatal, gerimis, dan luka...

Kita mulai dari sini Octavia Dwie Ningtyas..

Rumah mu..
dimana bisa terlihat dari belakang rumah ku, di batasi dengan dua sungai di bawah nya, hutan tak beraroma, juga ada sebuah desa yang selalu terang saat malam hari. Ya, aku masih bisa melihat mu Octavia Dwie Ningtyas, meski tak secara nyata, tapi itu sungguh membuat ku kadang menangis.




Octavia Dwie Ningtyas.. Ingatkah kau kita pernah berdiri di tempat ini? dengan kesombongan menghadap ke awan-awan putih, sambil sesekali kita tertawa. Kita memberanikan diri kita untuk bermimpi besar, tentang apa saja, rumah sederhana, pekerjaan tetap, 3 anak, dan masih banyak yang ku lupa karna saking banyaknya. Juga tentang halangan jalan terjal yang pernah menyusahkan kita. Kita tak direstui!


Disini, di tempat ini, kita pernah berdiri secara jauh-menjauh. Kita bertengkar, karna sebuah pemikiran tolol yang kita anut. Perbedaan, hingga kita sempat berpisah, namun tanpa ada alasan yang jelas, kita bersatu lagi. Ya di tempat ini, kita berjanji untuk saling menjaga. Selamannya... Kau dan aku.


Mungkin kau bertanya-tanya kenapa aku membuat simbol hati pada bagian batang pohon cengkeh itu. Sebab, di bawah pohon cengkeh itu lah cinta kita semakin erat. Dengan sedikit ciuman hangat yang pernah membuat dahan-dahan kering dia atasnya berhenti bergoyang. Kau, aku kita.. Octavia Dwie Ningtyas... :)



















Itulah sebagian tempat yang bisa ku foto Octavia Dwie Ningtyas, tentang bagaimana tempat-tempat itu mampu mengembalikan lagi sejuta kenangan kita yang begitu manis.. Terutama padaku, pada jalan hidup ku.

Sekian Catatan dari ku Octavia Dwie Ningtyas, salam rindu dari ku..
Semoga kau bahagia.










..reshie imam bargowo

"Sadarlah.., aku tak mempunyai apa-apa selain engkau,"










Catatan Untuk Alianis

"Tolong bungkuskan aku secarik kanvas yang sudah tertera nama mu di atasnya, kalau bisa hiasi pula dengan pita-pita warna hitam putih yang membuat ku menangis kencang-kencang. Tapi nanti saja, sesudah kau benar-benar pergi."
Massage from :

Alianis.

***


Sungguh, aku terharu benar membaca pesan singkat yang barusan kau kirim ini Alianis. Aku tak tau harus menjawabnya seperti apa agar bisa melegakan mu. Aku kehabisan kata!
Tapi tenanglah Alianis, aku tak akan benar-benar pergi, aku hanya mau berpuasa untuk tak berurusan dengan wanita, kecuali ibu dan kakak ku.
Suatu massa nanti aku pasti kembali Alianis, untuk mengajak mu bercanda lagi, untuk mengajak mu memecahkan langit-langit gelap, untuk mengajak mu ke bukit dingin di dunia kita, untuk menuntaskan sebuah game filsafat di handphone mu(lagi), dan untuk berdebat tentang siapa yang terlebih dahulu membuat sendal jepit, Melly ataukah Swallow, :)


Alianis, bila kau bertanya kenapa aku menjauhi wanita termasuk dirimu, rasa-rasanya alasan ku akan membuat alis mungil mu itu mengkerut. Tapi sekali lagi,
Tenanglah Alianis, aku baik-baik saja. :)

Lanjutkanlah hidup mu Alianis, selesaikan sekolah mu, buat keluarga mu menangis terharu, buat lelakimu merasa beruntung memiliki wanita seperti mu, buat orang-orang disamping mu termasuk aku menjerit kegirangan karna kau melakukan yang terbaik, aku yakin bila kau mau berusaha lebih keras, kau akan menjadi bidan atau polwan yang hebat! Sekaligus istri yang baik bagi suami mu dan ibu yang tangguh bagi anak-anak mu. :)



Alianis, bila ada suatu kehendak dari Tuhan, bahwa kita tak bisa bertemu lagi, janganlah menangis Alianis, janganlah kau taruh sejuta kesedihan di hati mu, janganlah menghabiskan hari-hari mu dengan mendengarkan lagu-lagu kegalauan. Karna Alianis, itu akan membuat ku tersiksa!
Sungguh.



Tersenyumlah Alianis.
Aku selalu bersembunyi di balik langkah-langkah kecil mu itu.


Dengan senyum semanis senyum mu. :)





Salam sayang..
Alianis ku yang baik hati.





Jogja,

Monday, March 26

Wanita (wanita)















Pagi ini semua masih berjalan seperti adanya, matahari cerah, awan putih, rumput basah, anak-anak kecil bermain bola, burung gereja membuat sarang, juga nyanyian serangga yang beralun di belakang rumah.
Semuanya normal, walau terkadang aku suka diam saat lamunan ku terbang ke arah kota gudeg itu.

Hari minggu yang indah, harusnya aku sudah menyusun rencana apa yang akan aku kerjakan di hari terakhir ku di nganjuk, tapi otak ku masih malas untuk berfikir. Mungkin merendamkan diri di sedudo akan membuat pusing ku ini lenyap karna minuman biadab itu semalam.
Ya, sedudo, bila waktu ku sempat, aku akan meluncur kesana sendiri saja. Barangkali ada wanita-wanita yang bisa ku ajak bersendau gurau untuk sekedar menertawakan hidup. :D

Wanita, ah wanita,
"kenapa kamu selalu gak pernah lepas dari wanita-wanita?" begitu kata salah satu pesan singkat dari wanita yang ada di inbox handphone ku.
Sebenarnya, aku tidak dekat dengan wanita-wanita, hanya saja aku selalu mengagumi wanita. Entah dengan sistem kerja yang bagaimana aku selalu suka mengamati wanita, geraknya, harumnya, rambutnya, tingkah lakunya, bulu matanya, bahkan pakaian dalamnya!

Aku pernah menemukan sebuah hadish yang tak sengaja ku baca di buku hadish milik ayah ku dulu.
Kalau aku tak salah, begini isinya ;
"Para istri(wanita)itu berasal dari tulang rusuk yang tiada tetap pada suatu peraturan, maka jika hanya bersenang-senang dengan mereka, berarti bersenang-senang dalam bengkoknya, dan jika diluruskan secara paksa berarti akan mematahkan nya."

Berkaca dari hadist tersebut, sekarang aku jadi tau, jika wanita sedang marah, tidak perlu diperlakukan secara kasar, harus dengan kelebutan dan kasih sayang. Tapi bagaimana aku bisa tidak memarahi wanita, jika sampai detik ini tak ada wanita yang mendekat di sebelah ku? ('.')








"Kau takkan kuasa berlaku adil mengatasi wanita-wanita itu, sekalipun kau sangat mendambakan nya, oleh sebab itu janganlah kau terlalu condong, hingga kau tinggalkan mereka sebagai seorang yang tergantung."
(QS An-Nisa 129)


Aku menyesal !

Berdialog dengan rumput (mencintai dengan sederhana)

Masih di desa yang sejuk, jam 05.09, belum mau melenakan mata. Matahari belum muncul, aku meringkuk di atas rumput dingin yang ku ajak berdialog sambil berduka.















"Hai res, apa rasa sayang yang sekarang sedang berkecamuk di hidup mu adalah rasa yang kau paksakan untuk terjadi?"

"Tentu saja tidak kawan ku. Kau ingat bagaimana aku selalu mencintainya dengan sederhana lewat puisi SDD?"

"Ya, aku ingat betul, bahkan kau menjadikan nya sebuah musikalisasi bukan?"

"Haha, itu bukan sekedar alunan nada yang berbalut dengan puisi indah itu kawan ku,"

"Lalu?"

"Karna memang aku selalu ingin mencintainya dengan sederhana, tidak dengan keterpaksaan seperti yang kau tanyakan tadi. Karna kau tau? Hanya dengan sederhana mencintainya, sudah membuat ku bahagia."

"Ahh.. Indah sekali, lalu apakah rasa sayang mu itu bisa bertahan lama hanya dengan mencintainya dengan sederahana saja?"

" :) "

"Kenapa tersenyum?"

"Karna bukankah cinta tidak lahir dari kekosongan? Kawanku.."

"Ha? Jadi apakah kau belum merasa tlah mengisi cinta mu yang kosong itu?"

"Belum kawan ku, karna objek untuk mengisi cinta itu sudah lelah merapalkan doa-doa harapan,"

"Dia menyerah? Apa alasan nya?"

"Enthlah, mungkin hidup nya , atau mungkin kebimbangan yang sangat sulit ia lawan, hingga akhirnya ia menyerah."

"Aih , payah sekali orang yang kau cintai dengan sederhana itu."

" :) "

"Sekarang apa yang akan kau kerjakan?"

"Tersenyum kawan ku,"

"Hanya itu?"

"Sambil selalu mencintainya dengan sederhana.."







Dengan kata yang tak sempat di ucapkan kayu kepada api yang menjadikan nya abu,
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikan nya tiada..
















Nganjuk..