Pages

Sunday, July 14

Karena aku menyukai apapun saja di kamu.


Aku menulis ini setelah aku selesai membaca sebuah buku. Dan ini di warnet.

Kau dan aku tak pernah bisa didefinisikan. Dan meskipun kita takkan pernah menjadi nyata, tapi aku tahu perasaan ini lebih dari nyata.” – Fiersa Besari.

Entah harus kumulai dari mana. Aku bingung harus berkata apa disini. Aku mau merancau panjang tentang hari-hari selepas kejadian menyesakan itu menimpaku. Ya, sepertinya aku ingin berkeluh kesah di tulisan ini. Bagaimana aku yang sejatinya tidak suka dengan sebuah kehilangan, terpaksa harus merasakan itu lagi. Lagi!

Ah tapi sebentar, kurasa aku tak mau menuliskannya sekarang. Sebab aku tahu ini bulan Ramadhan. Bulan suci yang akan jadi hal bodoh jika aku harus berkeluh kesah terus menerus–meskipun itu harus. Aduh.

Begini, aku akan menuliskan sesuatu tentang seseorang saja. Dia yang tak pernah kalah oleh waktu, dia yang bisa bangkit dan mengajak orang di sekelilingnya bangkit. Ya, dia seorang yang akhir-akhir ini semakin dekat denganku. Dia adalah.. kita sebuat saja namanya Melati. Tadinya aku mau membuatkannya puisi, atau beberapa baris sajak yang kutahu sangat ia sukai. Namun, ah, tentu saja ia lebih berarti dari itu. Tentangnya yang setiap saat datang dan membuatku bertanya-tanya; “Ya Tuhan, apakah ini wanita yang ada di iklan parfum itu?”

Bebertapa hari yang lalu, atau lebih tepatnya tiga minggu yang lalu, saat aku begitu butuh pegangan dan butuh penawar  racun dari sakitnya kehilangan. (kehilangan disini bukan kehilangan wanita, cinta atau apapun itu yang berkaitan dengan hormon dopamine). Aku kehilangan sesuatu yang benar-benar menyesakan! Sesak!
Ia datang mengulurkan tangan padaku saat aku mengumpulkan air mata di pojokan sepi. Ia memberiku senyum, tawa, dan setidaknya setitik kebahagiaan. Ia seperti Bunda Maria jika aku melebihkannya. Hehe..
“Aku nggak suka liat kamu sedih.” Begitu katanya setelah aku selesai menyusun air mataku kembali.
Lalu aku tersenyum... 

Dan sekarang saat aku menuliskan ini, aku pun tersenyum. Entah kenapa dari zaman aku memakai kaos kaki bolong , sampai sekarang aku memakai kaos kaki yang tidak bolong, ia selalu hadir ketika aku kesusahan. Begitu banyak pertolongan-pertolongan yang ia berikan secara ikhlas dan cuma-cuma. Ah, makannya aku bingung harus melakukan apa untuk sekedar membuatnya merasa bahwa aku disini; untukmu.

Singkat cerita, puasa ramadhan jatuh di hari kedua; aku sakit. Ah, sungguh aku menyesalinya. Aku jadi tidak bisa puasa.Ia kembali datang, kali ini ia tidak sekedar membawa senyum, tawa, atau setitik kebahagiaan. Lebih dari itu, ia membawaku kembali untuk sembuh –meskipun disini Allah ikut ambil peran. Ya, ketika aku sakit aku tidak berani untuk makan atau minum walau secuil dan setetes. Sebab entah kenapa aku akan langsung muntah. Dan untuk mensiasati itu, aku harus makan buiah pir dan minuman soda atau isotonik tepat di tengah malam. Aneh ya? Aku juga heran. Saat aku membutuhkan pertolongan, ia datang. Ia membawakanku hal-hal yang kubutuhkan ketika aku sakit. Apa saja? Ah, itu rahasiaku dan ia dan Dia. :)
Dan kau tahu hal yang paling istimewanya; ia merawatku! Ya Tuhan, ia benar-benar seorang penyelamat.
Aku pun membaik dan akhirnya sembuh. Sungguh aku sangat berterima kasih pada wanita bernama Melati itu. Sungguh-sungguh berterima kasih.

Namun, ada satu permintaanku yang harus kau patuhi, jika kau membaca ini.
Tolong jangan pernah menanyakan bagaimana bentuk perasaanku pada mereka yang kau kira dekat denganku. Karena kupastikan kau tak akan butuh itu, apalagi aku. Bagaimana? Sanggup?

Tetaplah jadi dirimu. Tetaplah jadi dirimu. Tetaplah jadi dirimu. Karena aku suka itu. Tetaplah berkerudung meski aku tak suka wanita berkerudung. Karena aku menyukai apapun saja di kamu. :)


 













Jogja,