Pages

Saturday, April 13

Arinnadya Nasluh

"Arin, darimanakah datangnya kesedihan jika gelas-gelas ini selalu terisi dan terangkat? Padahal waktu begitu berbaik hati dengan memberikan ruang tuk tertawa. Aduh Rin, malam ini semua jadi kasat."

Arinnadya Nasluh, aku merasa dingin sekarang. Semoga kamu tidak dingin. Dan aku akan berkeluh padamu tentang sesuatu yang meresahkan. Mungkin buatmu tak ada pentingnya. Tapi coba bacalah saja sampai selesai. Dan tentu saja baca atas nama ketiadaanmu.

ehem..

Arin.

Arin, aku sudah terlalu jauh berjalan dalam kolom-kolom yang disediakan nasib. Berjibaku menantang angkuhnya batu-batu dalam semesta yang keras. Sampai udara pun jarang menimpa paru-paru. Tapi sepertinya, disini Rin, segalanya sudah tak berbentuk. Sudah tak sesuai aturan. Sudah malesin. Sudah jelek. Semua sedang tak baik-baik saja. Ya, Rin. Seperti sebuah kutukan yang mematikan! Maka Rin, malam ini kupandangi ujung-ujung hujan yang runcing. Kuciumi aroma udara yang syarat akan kepergian. Supaya sejenak bisa ku impikan hidup melunak dan tak selalu meninggalkan. Eh tapi Rin, ngomong-ngomong, kenapa kita selalu ingin pergi, tapi cepat pula ingin kembali, ya? Sialan! Gelas-gelas ini menertawaiku lagi, Rin. Tapi biarlah. Ah, andai aku jadi gelas saja.











 












Jogja,