Pages

Monday, April 23

Berhutang kematian.

Yogyakarta..
Masih setia dengan malam nya yang menunjukan keindahan dan keeksotisan. Lampu jalan warna orange menerkam gelap, gelap-gelap yang menunjukan geliat kota ini. Becek, liat, genangan air, angkringan yang masih menunggu manusia dengan lilin 10cm, Juga para pengamen yang masih merdu mendendangkan lagu kegundahan di tiap-tiap jalan yang ku lalui.

Aku berjalan, sesekali berhenti memandang sekitar kota yang konon katanya adalah kota yang penuh mistis ini. Memperhatikan apa yang mata ku tuju. Tapi tak ada yang istimewa. Angin menampar muka, hujan menghujam tubuh, langit hitam yang masih sama seperti malam yang sudah-sudah. Menembah berkecamuknya rasa-rasa yang harusnya sudah ku buang ketempat sampah sedari dulu-dulu. Penat, jenuh, busuk, pincang, berat, dan masih banyak rasa-rasa itu, mempermainkan sisi emosional kejiwaan ku.
Aku mengeluh..
Menarik nafas panjang agar paru ku sedikit membaik. Menenggak air putih lima ratusan yang tadi ku beli di toko kecil itu. Menghisap batang-batang nikotin yang akan membunuh ku di waktu yang masih di rahasiakan.

Tak ada bulan, tak ada bintang, tak ada kunang, dan tak ada sesorang yang berani menegur ku, dan mengatakan..
"Everything is gonna be great brother.."
(',')





"Manusia memang selalu berhutang kematian pada Tuhan."

Akh..
Anjing ! Aku lupa.
Harusnya aku sadar aku akan mati. Tak seharusnya aku mengelabui Tuhan ku dengan cara yang picik "ini", cara yang ku tau Ia pun mengetahuinya. Ah.. Aku memang bodoh. Semoga Tuhan mau memaklumi.
Karna aku tau Tuhan Maha segalanya, termasuk Maha pengampun bagai hamba Nya yang lupa dan lalai.





"Sering-seringlah mengingat peristiwa yang akan melenyapkan segala bentuk kelezatan yakni mati."
(HR. Turmudzi)



aahhh...













Jogja,
Selamat saling menunggu
..kematian *

Ika Ratna Puspita Sari..

Dear :
Ika Ratna Puspita Sari.
Kakak yang penuh kasih sayang dan ketulusan..


Kakak, Sebelum aku menumpahkan kerinduan ku, aku ingin berdoa pada Tuhan di pertiga malam ini.
Kak, semoga sehat dan berkah selalu mengiringi perjalanan mu yang ku tau sangat melelahkan itu. Aku tau kau wanita yang kuat, wanita yang selalu bisa tersenyum saat suck's nya hidup ini mempermainkan mu. Tetaplah tegar kakak ku, tetaplah menjadi wanita yang menyenangkan bagi orang-orang yang kau cintai. :)

Kak, apa kabar dengan keadaan rumah kita? Tak ada dekorasi yang dirubah kan? Masih tetap seperti saat terakhir ku tinggalkan kan? Lalu siapa sekarang yang suka mencuci piring? Dan siapa yang menggosok pakaian bapak saat mau kerja?
Apa kabar juga dengan pos depan rumah kita kak? Masih suka ramai saat malam hari kah? Masih suka ada anak-anak SMP yang bergumul membicarakan seks kah? Masih suka ada tetangga kita yang ribut hanya karna masalah parkir mobil sembarangan kah? Ah kak, sungguh pagi ini aku merindukan rumah.

Kakak ku tercinta, hari ini aku ingin sekali mendengarkan kotbah panjang mu seperti dulu, menasehati ku dengan kata-kata bijak ala pesantren mu itu, mendengarkan alunan ayat-ayat Qur'an di tengah malam yang membuat ku kagum padamu. Aku butuh kau kak.
Aku jadi ingat saat menggoda mu sedang pacaran di rumah tetangga kita dulu, haha, kau keliatan ingin membunuh ku saat itu. Juga memasukan cicak pada nasi goreng yang disipakan ibu untuk kau makan, dan menyembunyikan pembalut mu di meja kerja bapak setelah kau tertidur, :D
haha , sungguh biadab kelakuan ku dulu. Tapi aku menyayangi mu kak. Sungguh.


Kakak, aku butuh penyejuk, aku butuh sesuatu yang bisa ku ajak bicara pagi ini.
Entah aku harus mulai dari mana, namun yang jelas aku sedang sekarat sekarang !
Kakak, bila kau membaca ini, segeralah menelfon ku.
Salam rindu dari dari ku, adik mu yang terTampan.. :D



ah aku lupa, apa kabar dengan bidadari kecil ku si Nisa Maharni? Sudah bisa berhitungkah ia? tolong sampaikan salam dari ku, Om nya yang selalu rindu menggigit pipinya, :)

Monday, April 16

Ayah ku dan Ibnu Santosa :D

Entah dengan alasan yang tak terjelaskan oleh awan dan hujan, juga entah dengan persepsi yang tak berujung. Sepertinya aku memikirkan Ayah sekarang!

Ayah ku, bukan ayah siapa-siapa, meski ayah ku juga ayah dari kakak dan adik ku, tapi ayah ku ya ayah ku. Tak terolak !

Siang jam 1 tadi, ada jam sekolah yang betul-betul membosankan. Mana hari panas, tak ada angin, tak ada pulsa, tak ada gitar, tak ada kutipan, badan tak enak pula, di tambah desakan ekonomi dari dompet yang sedari kemarin minta di isi sampai melakukan demo besar-besaran layaknya para mahasiswa jaman sekarang. Akh..

ternyata benar katanya Andrea Hiratha, 
"Hidup ini sangat mengerikan kadang-kadang."

Ada pelajaran yang di ampu oleh bapak Ibnu Santosa (aku lupa ia bergelar apa) pelajaran itu adalah...

Sastra Lama.

Jreng jreng.. :D

Mata pelajaran yang tidak keren menurut ku, sebab kata "Lama" di nama pelajaran itu menimbulkan kesan tua, kuno, jadul, katrok, gak kepake, dan banyak lagi lainnya yang tak bisa ku jelaskan.

Namun, tak bisa di pungkiri, pembawaan beliau dalam menerangkan setiap perkara yang terjadi dalam sebuah kisah-kisah lama, membuat ku berdecak kagum. Bukan karna rambut putih yang melindungi kepala berisi IQ (mungkin 140) itu, juga bukan karna kepiawan beliau berbahasa melayu, tapi karna beliau sangat persis ayah ku! Iya, beliau persis sekali dengan ayah ku. Ya walaupun rambut ayah ku tak seputih beliau, juga wajah nya yang tak se gahar beliau. :D

Ayah ku dan pak Ibnu, mempunyai kesamaan dalam menjelaskan suatu perkara, tegas, bersuara lantang, tatapan mata yang sama, dan cara mereka melepaskan kacamata saat mulai menegaskan, begitu serupa. :)

Aih ayahku, aku jadi ingat aku pernah membuat lagu tentang sosok seorang ayah. Sosok seorang yang penuh kewibawaan. Menjadi tulang-tulang kuat dalam menyikapi masalah yang keras, sekeras hidup ini.

Aku pernah dimarahinya, namun marah nya itu yang membuat ku rindu sekarang ini, malam ini, tahun ini, detik ini. Pada ayah, ayah ku. Bukan ayah siapa-siapa.

Tak terolak !

Private Conversation! (3)


Octavia Dwie Ningtyas..

Semoga kau baik-baik saja saat membaca catatan yang entah sudah keberapa kali aku menulisnya untuk mu. Karna aku menulisnya dengan penuh perasaan sedih, marah, dan gelisah terhadap mu yang ku tak tau untuk apa aku melakukan nya, jadi jangan tutup perasaan mu dulu.Dwie, aku bingung dengan sikap yang harus ku ambil kepadamu, sejujurnya, di satu sisi aku menunggu mu, tapi di sisi lain aku tak tahan bila kau terus diam !Bila kau ingin marah padaku, marahlah, aku akan meneriman nya, karna toh aku begini adanya. Tak ada yang lebih ku benci selain kamu, kau selalu menjadi seorang yang penuh kebingungan dan keraguan !

Octavia Dwie Ningtyas..

Aku sering sekali menceritakan tentang mu pada orang-orang terdekat ku. Menceritakan bagaimana aku bisa se-sekarat ini. Karna mu.

Kau tau bagaimana jawaban mereka? sungguh sangat mengecewakan ku! Tak pernah ada solusi. Malah menyuruh ku untuk membuang tentang mu.Tadinya aku berfikir semua yang mereka katakan itu percuma, sampai suatu waktu aku berfikir, aku tidak bisa terus begini, yang ingin mati dalam pelukan mu saja. Akhirnya perlahan aku mulai melupakan mu, dengan seiringnya waktu, juga wanita-wanita yang membawa cinta sementara itu, ikut ambil peran dalam proses menyakitkan ini.  Di suatu titik, aku sukses menguburmu jauh ke dalam palung buatan ku, kau sudah tak ada! Aku bahagia, aku mengabarkan berita baik ini pada burung-burung camar, pada awan, pada hujan, pada senja, pada embun, juga pada pelangi. Ada yang mengatakan bahwa kebahagian ku saat itu seperti perasaan yang hanya mati suri, yang akan hidup lagi kelak entah di waktu yang mana. Dan ternyata itu benar! Perasaan mengerikan yang ku punya ini untuk mu, tumbuh lagi!

Apa yang kemudian ku rasakan? Ku rasa aku tak perlu memberitahu mu.

Kemarin, hari kamis yang penuh awan-awan hitam,aku menuju pada mu tapi tidak kehati mu. Aku ke nganjuk. Sawahan. Desa kecil yang masih saja sama seperti saat kita tertawa bersama. Dan aku sempat mengabadikan dalam bentuk foto-foto beberapa tempat yang menjadi saksi kita pernah merangkai mimpi-mimpi mulia di belakang rumah ku. Ya, foto-foto ini ku ambil dari belakang rumah ku. Tempat dimana kita biasa menghabiskan waktu-waktu yang membosankan itu dengan tertawa, tersenyum, sedih, berduka, bahkan menangis! Dengan hujan, panas, basah, kering, gatal, gerimis, dan luka...

Kita mulai dari sini Octavia Dwie Ningtyas..

Rumah mu..
dimana bisa terlihat dari belakang rumah ku, di batasi dengan dua sungai di bawah nya, hutan tak beraroma, juga ada sebuah desa yang selalu terang saat malam hari. Ya, aku masih bisa melihat mu Octavia Dwie Ningtyas, meski tak secara nyata, tapi itu sungguh membuat ku kadang menangis.




Octavia Dwie Ningtyas.. Ingatkah kau kita pernah berdiri di tempat ini? dengan kesombongan menghadap ke awan-awan putih, sambil sesekali kita tertawa. Kita memberanikan diri kita untuk bermimpi besar, tentang apa saja, rumah sederhana, pekerjaan tetap, 3 anak, dan masih banyak yang ku lupa karna saking banyaknya. Juga tentang halangan jalan terjal yang pernah menyusahkan kita. Kita tak direstui!


Disini, di tempat ini, kita pernah berdiri secara jauh-menjauh. Kita bertengkar, karna sebuah pemikiran tolol yang kita anut. Perbedaan, hingga kita sempat berpisah, namun tanpa ada alasan yang jelas, kita bersatu lagi. Ya di tempat ini, kita berjanji untuk saling menjaga. Selamannya... Kau dan aku.


Mungkin kau bertanya-tanya kenapa aku membuat simbol hati pada bagian batang pohon cengkeh itu. Sebab, di bawah pohon cengkeh itu lah cinta kita semakin erat. Dengan sedikit ciuman hangat yang pernah membuat dahan-dahan kering dia atasnya berhenti bergoyang. Kau, aku kita.. Octavia Dwie Ningtyas... :)



















Itulah sebagian tempat yang bisa ku foto Octavia Dwie Ningtyas, tentang bagaimana tempat-tempat itu mampu mengembalikan lagi sejuta kenangan kita yang begitu manis.. Terutama padaku, pada jalan hidup ku.

Sekian Catatan dari ku Octavia Dwie Ningtyas, salam rindu dari ku..
Semoga kau bahagia.










..reshie imam bargowo

"Sadarlah.., aku tak mempunyai apa-apa selain engkau,"










Catatan Untuk Alianis

"Tolong bungkuskan aku secarik kanvas yang sudah tertera nama mu di atasnya, kalau bisa hiasi pula dengan pita-pita warna hitam putih yang membuat ku menangis kencang-kencang. Tapi nanti saja, sesudah kau benar-benar pergi."
Massage from :

Alianis.

***


Sungguh, aku terharu benar membaca pesan singkat yang barusan kau kirim ini Alianis. Aku tak tau harus menjawabnya seperti apa agar bisa melegakan mu. Aku kehabisan kata!
Tapi tenanglah Alianis, aku tak akan benar-benar pergi, aku hanya mau berpuasa untuk tak berurusan dengan wanita, kecuali ibu dan kakak ku.
Suatu massa nanti aku pasti kembali Alianis, untuk mengajak mu bercanda lagi, untuk mengajak mu memecahkan langit-langit gelap, untuk mengajak mu ke bukit dingin di dunia kita, untuk menuntaskan sebuah game filsafat di handphone mu(lagi), dan untuk berdebat tentang siapa yang terlebih dahulu membuat sendal jepit, Melly ataukah Swallow, :)


Alianis, bila kau bertanya kenapa aku menjauhi wanita termasuk dirimu, rasa-rasanya alasan ku akan membuat alis mungil mu itu mengkerut. Tapi sekali lagi,
Tenanglah Alianis, aku baik-baik saja. :)

Lanjutkanlah hidup mu Alianis, selesaikan sekolah mu, buat keluarga mu menangis terharu, buat lelakimu merasa beruntung memiliki wanita seperti mu, buat orang-orang disamping mu termasuk aku menjerit kegirangan karna kau melakukan yang terbaik, aku yakin bila kau mau berusaha lebih keras, kau akan menjadi bidan atau polwan yang hebat! Sekaligus istri yang baik bagi suami mu dan ibu yang tangguh bagi anak-anak mu. :)



Alianis, bila ada suatu kehendak dari Tuhan, bahwa kita tak bisa bertemu lagi, janganlah menangis Alianis, janganlah kau taruh sejuta kesedihan di hati mu, janganlah menghabiskan hari-hari mu dengan mendengarkan lagu-lagu kegalauan. Karna Alianis, itu akan membuat ku tersiksa!
Sungguh.



Tersenyumlah Alianis.
Aku selalu bersembunyi di balik langkah-langkah kecil mu itu.


Dengan senyum semanis senyum mu. :)





Salam sayang..
Alianis ku yang baik hati.





Jogja,