Sebenarnya tulisan ini sudah teredap sangat lama di document pribadi
ku. Dan tadinya aku tak ingin mempublish dan membagikannya ke beberapa
orang.
Tapi....
Ah entahlah. Seperti ada sesuatu yang terus mendorongku untuk mempublish tulisan ini. Entah karena apa.
Yang jelas, tulisan ini memang untuk dirimu.
***
"Tak pernah ada sesuatu yang bisa menghentikan reaksi ku terhadap perjalananmu..."
Kau mawar. :)
Kita pernah menikmati serbuan tangkai mawar yang jatuh tepat di kepala kita.
Menikmati keindahannya melalui sejuk udara yang masuk ke paru-paru. Kau dengan aku.
Bahkan saat kita pertama pergi mengulur waktu, aku memberikan seikat mawar untuk mu.
Mawar. Tentu saja mawar merah. :)
Aku mengumpulkan mawar di sepanjang perjalanan kita menuju tempat di ujung kota kita. Kemudian aku memegang tangan mu. Menghentikan langkah mu. Aku bilang..
"Maukah kau menjadi istri ku?"
Kau memukul kepala ku.
Aku mencium mu.:)
Kau hujan. :)
Memahami hujan yang entah dihari keberapa turun menjamu langkah kecil kita. Aku tertawa, kau tersenyum.
Saat itu umur kita masih belasan. Polos dan tak tahu kenapa kita dipertemukan. Kau pernah menyebutnya sebagai takdir, tapi aku menyangkalnya. Aku lebih percaya kita bertemu karena Tuhan punya maksud tertentu. Aku ada karena kau ada.
Hujan..
Pernah membuat ku merasa kisah kita seperti roman picisan di televisi.
Ketika itu kau marah karena aku ketahuan bermesraan dengan wanita lain lewat sms, kau berlari meninggalkan ku, aku mengejar mu. Sebelum sempat aku menangkap mu, hujan turun perlahan. Akhirnya aku memegang bahu mu, membalikan tubuh mu. Kau menangis!
Aku berkata..
"Maafin aku, dia itu temen baik ku."
Kau membalas dengan parau suara mu..
"Lepasin! Aku udah gak percaya lagi sama kamu!"
Aku mencoba memeluk mu. Tapi kau menghindar dan hilang bersama kabut hujan siang itu.
Hujan, menyimpan raut mu, lalu membentuk siluet. :)
Kau puisi. :)
Kau memang puisi. Puisi bagi hidup ku, puisi bagi semua yang ada padaku.
Aku jadi mencintai puisi karena kau. Kau membuatku lebih sering menghabiskan waktu hanya untuk menulis. Tentu saja menulis tentang dirimu.
Dulu aku lebih suka menghabiskankan waktu ku untuk berlari mengejar bola di lapangan.
Karena jujur, dahulu cita-cita ku adalah menjadi seorang pemain sepak bola internasional. Tapi karena kau, aku jadi lebih sedikit meninggalkan dunia itu. Dan beralih menyukai dunia kepenulisan.
Iya, aku jadi suka menulis setelah kita berjauh-jauhan. :) dan ku anggap ini sebuah berkah yang tak bisa ku sangkal.
Kau segalanya. :)
................. (?)
Jogja,
N B :
Aku jadi lebih sering mengamati foto profil mu. Dan itu sangat memuaskan ku. :D
Bibir mu, ah... boleh ku iris?
Tapi....
Ah entahlah. Seperti ada sesuatu yang terus mendorongku untuk mempublish tulisan ini. Entah karena apa.
Yang jelas, tulisan ini memang untuk dirimu.
***
"Tak pernah ada sesuatu yang bisa menghentikan reaksi ku terhadap perjalananmu..."
Kau mawar. :)
Kita pernah menikmati serbuan tangkai mawar yang jatuh tepat di kepala kita.
Menikmati keindahannya melalui sejuk udara yang masuk ke paru-paru. Kau dengan aku.
Bahkan saat kita pertama pergi mengulur waktu, aku memberikan seikat mawar untuk mu.
Mawar. Tentu saja mawar merah. :)
Aku mengumpulkan mawar di sepanjang perjalanan kita menuju tempat di ujung kota kita. Kemudian aku memegang tangan mu. Menghentikan langkah mu. Aku bilang..
"Maukah kau menjadi istri ku?"
Kau memukul kepala ku.
Aku mencium mu.:)
Kau hujan. :)
Memahami hujan yang entah dihari keberapa turun menjamu langkah kecil kita. Aku tertawa, kau tersenyum.
Saat itu umur kita masih belasan. Polos dan tak tahu kenapa kita dipertemukan. Kau pernah menyebutnya sebagai takdir, tapi aku menyangkalnya. Aku lebih percaya kita bertemu karena Tuhan punya maksud tertentu. Aku ada karena kau ada.
Hujan..
Pernah membuat ku merasa kisah kita seperti roman picisan di televisi.
Ketika itu kau marah karena aku ketahuan bermesraan dengan wanita lain lewat sms, kau berlari meninggalkan ku, aku mengejar mu. Sebelum sempat aku menangkap mu, hujan turun perlahan. Akhirnya aku memegang bahu mu, membalikan tubuh mu. Kau menangis!
Aku berkata..
"Maafin aku, dia itu temen baik ku."
Kau membalas dengan parau suara mu..
"Lepasin! Aku udah gak percaya lagi sama kamu!"
Aku mencoba memeluk mu. Tapi kau menghindar dan hilang bersama kabut hujan siang itu.
Hujan, menyimpan raut mu, lalu membentuk siluet. :)
Kau puisi. :)
Kau memang puisi. Puisi bagi hidup ku, puisi bagi semua yang ada padaku.
Aku jadi mencintai puisi karena kau. Kau membuatku lebih sering menghabiskan waktu hanya untuk menulis. Tentu saja menulis tentang dirimu.
Dulu aku lebih suka menghabiskankan waktu ku untuk berlari mengejar bola di lapangan.
Karena jujur, dahulu cita-cita ku adalah menjadi seorang pemain sepak bola internasional. Tapi karena kau, aku jadi lebih sedikit meninggalkan dunia itu. Dan beralih menyukai dunia kepenulisan.
Iya, aku jadi suka menulis setelah kita berjauh-jauhan. :) dan ku anggap ini sebuah berkah yang tak bisa ku sangkal.
Kau segalanya. :)
................. (?)
Jogja,
N B :
Aku jadi lebih sering mengamati foto profil mu. Dan itu sangat memuaskan ku. :D
Bibir mu, ah... boleh ku iris?