Malam ini malam minggu. Saya sudah tahu. Saya
rasa malam ini akan banyak keringat dan cucuran air mata, entah dimana
pun itu. Saya prediksi, kira-kira nanti antara jam sembilan sampai jam
duabelas, disini, di facebook ini, akan banyak keluh kesah yang
semestinya tak penting untuk di WOW-kan. Saya belum mandi dari tadi
ketika bangun jam empat tepat. Saya malas mau mandi. Lagipula disini
dingin. Airnya juga dingin.
Lalu saya ingat si Kartika Nirmala itu, dia di Nganjuk sekarang. Nggak tahu deh, dia ngapain. Menurut dugaan dan, sekali lagi, prediksi saya, mungkin ia keluar bersama kekasih pujaan hatinya yang sudah di kangeni-nya itu sampe lupa makan. Mungkin, saat ini, saat saya sedang menulis ini, dia lagi makan jagung bakar, atau nasi pecel, atau hamberger, atau barangkali makan kuah sambel balado dingin. Saya nggak tahu, saya bukan Tuhan Yang Maha Tahu. Saya hanya menebak, Bukankah manusia itu kerjaannya menebak?
Nasib atau barangkali bisa di katakan takdir(apa bedanya?) jadi yang nomer dua itu betul-betul tak membuat kita baik-baik saja. Kita tak bisa menuntut, dan ketika kita memaksakan untuk menuntut, itu akan jadi butiran debu saja. (Nama kucinta, ketika kita bersama, berbagi rasa untuk selamanya.) Ya, apalagi ketika kita mencoba memaksa untuk menjadi "nakal", tentu saja kita pun tak akan bisa menunaikannya. Sebab, kita yang memilih untuk menjadi yang kedua. Kita yang membuat keputusan! Kita tak bisa seenak udelnya sendiri. Asu ya?
Lama saya berfikir, lalu otak saya seperti terkilir. Jadi yang kedua enaknya hanya ketika kita bertemu saja. Enaknya hanya ketika kita bisa secara langsung melihat pesona laut dimatanya. Ketika secara pelan tapi pasti bibir kita meluncur tepat di pipinya. Ketika secara langsung tangannya kita remas kemudian kita bilang; "Tresnoku karo kowe koyo jaran. Ra tau anteng!" Ketika secara langsung kita bisa menemukan seikat pelangi yang terselip di bibirnya. Ketika secara langsung kita... ah pokoknya secara langsung!
Saat ia jauh, saat ia tak bersama kita, kita serasa hidup kita ini dipermainkan olehnya. Bagaimana tidak? Kita; saya disini murung-murungan tak jelas, sementara ia disana numpak-numpakan tangan dengan sekaleng soda. Bukankah ini menyakitkan bagi siapa pun? Tapi sekali lagi; ini sudah konskwensi! Kita bisa saja pergi dengan wanita lain atau lelaki lain untuk bersenang-senang menghabiskan waktu berjam-jam. Tapi ketika kita melakukan itu, sungguh tindakan kita menjadi yang kedua itu hanya buang-buang waktu saja. Untuk apa kita menjadi yang kedua jika kita cuma main-main?
Lalu saya ingat si Kartika Nirmala itu, dia di Nganjuk sekarang. Nggak tahu deh, dia ngapain. Menurut dugaan dan, sekali lagi, prediksi saya, mungkin ia keluar bersama kekasih pujaan hatinya yang sudah di kangeni-nya itu sampe lupa makan. Mungkin, saat ini, saat saya sedang menulis ini, dia lagi makan jagung bakar, atau nasi pecel, atau hamberger, atau barangkali makan kuah sambel balado dingin. Saya nggak tahu, saya bukan Tuhan Yang Maha Tahu. Saya hanya menebak, Bukankah manusia itu kerjaannya menebak?
Nasib atau barangkali bisa di katakan takdir(apa bedanya?) jadi yang nomer dua itu betul-betul tak membuat kita baik-baik saja. Kita tak bisa menuntut, dan ketika kita memaksakan untuk menuntut, itu akan jadi butiran debu saja. (Nama kucinta, ketika kita bersama, berbagi rasa untuk selamanya.) Ya, apalagi ketika kita mencoba memaksa untuk menjadi "nakal", tentu saja kita pun tak akan bisa menunaikannya. Sebab, kita yang memilih untuk menjadi yang kedua. Kita yang membuat keputusan! Kita tak bisa seenak udelnya sendiri. Asu ya?
Lama saya berfikir, lalu otak saya seperti terkilir. Jadi yang kedua enaknya hanya ketika kita bertemu saja. Enaknya hanya ketika kita bisa secara langsung melihat pesona laut dimatanya. Ketika secara pelan tapi pasti bibir kita meluncur tepat di pipinya. Ketika secara langsung tangannya kita remas kemudian kita bilang; "Tresnoku karo kowe koyo jaran. Ra tau anteng!" Ketika secara langsung kita bisa menemukan seikat pelangi yang terselip di bibirnya. Ketika secara langsung kita... ah pokoknya secara langsung!
Saat ia jauh, saat ia tak bersama kita, kita serasa hidup kita ini dipermainkan olehnya. Bagaimana tidak? Kita; saya disini murung-murungan tak jelas, sementara ia disana numpak-numpakan tangan dengan sekaleng soda. Bukankah ini menyakitkan bagi siapa pun? Tapi sekali lagi; ini sudah konskwensi! Kita bisa saja pergi dengan wanita lain atau lelaki lain untuk bersenang-senang menghabiskan waktu berjam-jam. Tapi ketika kita melakukan itu, sungguh tindakan kita menjadi yang kedua itu hanya buang-buang waktu saja. Untuk apa kita menjadi yang kedua jika kita cuma main-main?
Sejatinya jadi yang kedua adalah pengorbanan yang tak pernah selesai.
Saya merasa saya merasakan apa yang dulu mantan saya rasakan ketika ia sajelas-jelas saya duakan. Ah, pantas saja mantan saya itu melakukan tindakan extrem dengan memberitahu kelakuan saya pada pacar saya. Ia nggak betah jadi yang kedua! Aduh, duh, kasian sekali mantan saya itu. Maafkan saya ya? :')
Pesan moralnya adalah; please seseorang atau dewa bawakan saya nasi telur orak-arik. Saya lapar dan saya sakit. Asu.
***
Disini saya hanya menulis omong kosong. Tentu saja segala hal didalamnya pun juga omong kosong. Tapi terkadang omong kosong selalu Kun fayakun.
Jogja,
0 comments:
Post a Comment