Pages

Wednesday, May 2

Gremeng di warung


Aku keluar, ke depan, ke warung, warung makan, karna aku lapar, jadi aku harus makan, makan apa saja yang bisa membuat perut ku tak bershufle.

Namun sekarang hujan masih sedikit malas untuk menarik mundur kan dirinya(sebutlah itu sebagai gerimis)jadi nampaknya aku harus memesan teh hangat atau susu putih jahe agar bisa lebih berlama-lama di warung ini. Sembari menunggu pagi. Menunggu jam 7. Karna aku mau sekolah.

"Aku tau, menjalani hidup dengan kepalsuan itu sangat melelahkan."


Jam berapa ini?
Ternyata jam 4 pagi. Ku rasa aku harus pulang sekarang. Adzan sudah memencarkan suara kelembutan. Perlahan mengajak mentari untuk bangkit dari timur.
Aku pulang, untuk menunaikan kewajiban ku sebagai seorang muslim, sekaligus membuktikan kepada orang-orang bahwa perangkat desa tidak salah mengisi kolom Agama di dalam KTP ku.
Sholat. Sholat subuh. Karna kata Tutor ku di sekolah, sholat itu tiangnya Agama. Jadi agar akhlak mu bagus, kau harus rajin sholat. Sholatlah sebelum kau di sholatkan!


Nyamuk, bau tanah, es batu yang mulai mencair, bapak-bapak yang tak lelah melihat video porno di handphone, juga 4 puntung rokok yang memandang ku tajam dari dalam asbak, menemaniku hingga tiba jam 7 nanti.
Tivi menyala.
"Kau harus sholat supaya kau tak masuk neraka!"
kata ustadz di televisi itu, sambil menunjuk hidung ku seolah-seolah aku lah mahluk yang paling bangsat di muka bumi ini. Dengan aura bergaya seperti Nabi yang suci, menghakimi para pemirsanya dengan khotbah-khotbah panjang yang hanya membuat ku mengantuk.
Sepertinya betul apa yang dikatakan guru ku pekan lalu, bahwa dunia ini sedang dilanda virus kemunafikan yang sangat berbahya.

"Seberapa jauh manusia harus berjalan untuk bisa disebut sebagai manusia?"

Ah, tapi sepertinya aku masih ingin barlama-lama di warung ini. Jadi biarlah para ustadz itu mendapatkan pekerjaan keren nya. Sedangkan aku disini, di warung ini, di depan tivi ini, akan berpesta dengan waktu yang semakin menyempit!











Gerimis yang sungguh ritmis. Di pagi yang sepi. Di bulan april yang mati.

0 comments:

Post a Comment