Menyepi.
Seperti itulah apa yang dilakukan tubuh kurus tak terurus
ini sekarang. Menyepi, dari segala bentuk keterasingan yang mengesalkan
hati. Menyepi, persis seperti apa yang di tunaikan manusia ketika mau
muntah atas hari-hari yang membunuh.
Tak ada warna, hanya abu-abu berdasarkan kelabu. Tak ada mimpi, hanya laju waktu menunggu bom waktu.
Kesal memang, tapi inilah keadaan nya.
"Kau harus terima"
Begitu kata judul lagu yang sedang ku dengarkan sekarang.
Mau tak mau, aku harus mau ! Jangan mengeluh.
Kemudian,
mulai nampak semburat orange dari arah barat sana. Mengayun-ayunkan
sinar terakhir dengan sesuka hatinya. Sedikit aku takjub, tenang, tapi
seketika itu pula aku diam, bagai tersihir sebuah bola mata yang cantik
tapi tak mau diajak menari.
Aku memandang sekitar, sesekali ku telan ludah ku sendiri.(kuharap ludah ku bisa menjadi zamzam) ;
Gerimis
menari, senja bersemu, rumput berdansa, awan berpacaran, burung bangau
bernyanyi, manusia-manusia tertawa, sedang aku terpaksa menenggak rindu
yang telah menjadi pahit dan busuk.
Hah, entahlah, ini semua memang tak seperti yang diharapkan. Lupakanlah..
"Ketika kau tau itu salah, sudah seharusnya kau berhenti."
Lalu aku bernyayi...
Ku hanya seorang diri, dan tak mempunyai apa-apa selain engkau...
Hah, berlebihan sekali aku.
Jogja,
Di titik bumi yang tak berasa.
...senja pun berakhir
Wednesday, May 2
Jembatan Kalicode
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment